PROSES PEMBELAJARAN LEWAT PENGAMATAN TERHADAP MODEL
Oleh
: Kepler Pasaribu, SE.M.Pd. Widyaiswara Muda P4TK BBL Medan
Menurut Ziegler (1992: 342), ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam proses pembelajran dengan pengamatan
terhadap model, yaitu sebagai berikut :
1. Memberikan
Perhatian (Attention)
Sebagai
pengamat, orang tidak dapat belajar melalui observasi kecuali kalau ia
memerhatikan kegiatan-kegiatan yang diperagakan oleh model itu dan benar-benar
memahaminya. Ini tergantung pada seberapa sederhana dan mencolok mata perilaku
yang diperagakan itu. Perilaku yang lebih sederhana dan lebih mencolok mata
lebih mudah diperhatikan daripada yang tidak jelas. Selain itu, juga tergantung
pada apakah si pengamat siap untuk memperhatikan perilaku-perilaku yang
diperagakan itu, terutama ketika banyak hal lain yang seolah-olah berebut untuk
mendapatkan perhatian pengamat.
Proses
memperhatikan perilaku model ini tergantung sebagian kepada relevansi perilaku
tersebut di mata si pengamat. Misalnya, saat seorang calon guru harus praktik
mengajar. Sebelum praktik biasanya diwajibkan memerhatikan saat guru kelas
tempatnya berpraktik tersebut mengajar. Saat calon guru itu bertindak sebagai
pengamat, ia memerhatikan guru kelas, yang bertindak sebagai model, mungkin ia akan
memerhatikan perlaku mengajar yang kurang penting karena sepanjang saat yang
sama ada banyak perilaku mengajar yang diperagakan oleh guru kelas tersebut.
Akan tetapi, mungkin member perhatian pada semua perilaku guru tersebut. Akan
tetapi, mungkin member perhatian pada semua perilaku guru tersebut jauh lebih
banyak daripada murid-murid yang diajar oleh sang guru, karena itu mengganggap
semua perilaku tersbut akan sangat relevan bagi kariernya sebagai guru.
Proses member
perhaitn juga tergantung pada kegiatan apa dan siapa modelnya yang tersedia
untuk diamati. Sebagai contoh, seseorang akan lebih memerhatikan dan meniiru
tindakan kasar atau agresif jika ia selalu dikelilingi oleh tindakan yang
demikiandaripada jiga agresivitas jarang dijumpai di lingkungannya. Misalnya
jika anak-anak dibesarkan dalam rumah tangga yang selalu bertengkar dan
bertindak kasar, atau jika dibiarkan menonton adegan kekerasan televise atau
film, maka kemungkinan besar mereka akan mudah bertindak kasar atau agresif.
Dorothy Law Nolte dalam Rahmat (1998: 102) mengatakan bahwa jika anak
dibesarkan dengan celaan, ia belajar memaki, jika ia dibesarkan dengan
permusuhan, maka ia belajar berkelahi.
Perilaku yang
diamati tersebut harus menghasilkan dampak yang dapat ditangkap oleh pancaindra.
Tindakan-tindakan yang tidak memiliki nilai yang bermanfaat (functional value),
yang tidak menimbulkan hasil yang nyata atau berguna untuk berurusan dengan
lingkungan sekitar, biasanya akan diabaikan. Umumnya orang hanya member sedikit
sekali perhatian terhadap apa yang dilihatnya setiap hari terutama jika mereka
berpendapat bahwa hal-hal tersebut tidak memiliki manfaat yang nyata.
2. Model
yang Menarik (attractive Model)
Seperti yang
biasa kita lihat, pariwara (iklan) di media cetak atau televise dapat menarik
banyak perhatian. Televisi/film umumnya merupakan sarana menarik perhatian ( attention getting device) yang sangat
efektif untuk tujuan modeling
perilaku. Sebagai contoh, untuk membantu mengurangi atau mencegah perkelahian
antar siswa, mungkin dapat dilakukan iklan layanan masyarakat yang dibintangi
oleh tokoh-tokoh yang disukai para remaja. Tokoh tersebut berusaha menganjurkan
agar para siswa tidak berkelahi.
Penerapan teori
kognitif sosial dalam proses pembelajaran di sekolah, untuk mendapatkan
perhatian siswa pada proses pembelajaran dari model, para guru sebainya
mengusahakan : (1) menekankan bagian-bagian penting dari perilaku yang akan
dipelajari untuk memusatkan perhatian siswa, (2) membagi kegiatan yang besar
menjadi bagian-bagian kecil, (3) memperjelas keterampilan-keterampilan yang
menjadi komponen suatu perilaku, (4) member kesempatan kepada siswa, untuk
mempraktikkan hasil pengamatan mereka, begitu mereka selesai dengan satu topik.
3. Menyimpan
dalam Ingatan (Retention)
Setelah perilaku
diamati, pengamat harus dapat mengingat apa yang telah dilihatnya. Hal ini bisa
dilakukan dengan cara member kode dari informasi yang telah didapatkannya
menjadi bentuk gambaran mental ( mental
picture) atau menjadi symbol-simbol verbal yang kemudian disimpan dalam
ingatan. Akan sangat membantu apabila kegaitan yang akan ditiru segera mungkin
diulang atau dipraktikkan setelah pengamtan selesai. Dalam mempratikkan
perilaku dapat dilakukan secara fisik, tetapi juga secara kognitif, yaitu
dengan membayangkan atau menvisualisasi perilaku tersebut dalam pikirannya.
4.
Proses Produksi (Production)
Setelah melalui
tahap-tahap peniruan, pengamat dapat mengubah ide, gambar yang ada dalam
ingatannya menjadi suatu tindakan. Tindakan-tindakan yang diperagakan dapat
direkam melalui video sebagai alat bantu. Hal ini merupakan salah satu cara
pemberian umpan balik bagi si pengamat sebagai observasi diri ( self observation) melalui penayangan
kembali rekaman video. Dalam proses ini tujuannya untuk membetulkan perilaku
yang salah (corrective modeling).
Beberapa bagian dari perilaku yang salah diidentifikasi sebagai performance
problems, kemudian diperagakan oleh model perilaku yang benar.
Berdasarkan
perspektif teori kognitif sosial, kebanyakan perilaku individu dikendalikan oleh
pemantapan yang diberikan pada dirinya sendiri (self imposed reinforcement). Reaksi diri terhadap keberhasilan
atau kegagalan mencapai standar yang ditetapkan disebut sebagai pengaturan diri
(self regulation). Hal ini ditegaskan
oleh Bandura (1996: 278) proses pengaturan diri terhadap perilaku terbagi atas
tiga komponen proses, yaitu (a) observasi diri (self observation), (b)
penilaian (judgemental), dan (c)
reaksi diri ( self response).
Adapun proses
berlangsungnya observation learning terjadi pada proses dua tahap (bandura
dalam Rosemary, 1990: 121-122), yaitu (1) Proses akuisisi (mendapatkan suatu
perilaku), (2) proses performance, yaitu dapat atau tidaknya menampilkan
perilaku yang telah diamati. Proses akuisisi memiliki tiga komponen yang dapat
digambarkan sebagai berikut
Gambar.
Komponen-komponen fase akuisisi dalam belajar (Rosemary; 1990:127)
Tahap-tahap tersebut sesuai dengan
yang dipaparkan oleh Bell Gredler (1994: 380) yang menyatakan bahwa individu
belajar memperoleh tingkah laku baru dengan jalan mengamati model dan melakukan
tindakan sendiri. Proses kognitif ini mengabstraksikan informasi dari berbagai
tingkah laku hasil amatan, kemudian disimpan dalam memori (retention) dan kemudian dapat ditampilkan dalam situasi yang lain.
DAFTAR
PUSTAKA
1.
Hamzah
B. Uno. 2006, Orientasi Baru dalam
Psikologi Pembelajaran. Jakarta Bumi
Aksara
2.
Sendjaya,
Sasa D. 1993. Pengantar Komunikasi,
Jakarta: Universitas Terbuka
Komentar