Senin, 21 Januari 2013

PROSES PEMBELAJARAN LEWAT PENGAMATAN TERHADAP MODEL




Oleh : Kepler Pasaribu, SE.M.Pd.  Widyaiswara Muda P4TK BBL Medan
            Menurut Ziegler (1992: 342), ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam proses pembelajran dengan pengamatan terhadap model, yaitu sebagai berikut :
1.      Memberikan Perhatian (Attention)
Sebagai pengamat, orang tidak dapat belajar melalui observasi kecuali kalau ia memerhatikan kegiatan-kegiatan yang diperagakan oleh model itu dan benar-benar memahaminya. Ini tergantung pada seberapa sederhana dan mencolok mata perilaku yang diperagakan itu. Perilaku yang lebih sederhana dan lebih mencolok mata lebih mudah diperhatikan daripada yang tidak jelas. Selain itu, juga tergantung pada apakah si pengamat siap untuk memperhatikan perilaku-perilaku yang diperagakan itu, terutama ketika banyak hal lain yang seolah-olah berebut untuk mendapatkan perhatian pengamat.
Proses memperhatikan perilaku model ini tergantung sebagian kepada relevansi perilaku tersebut di mata si pengamat. Misalnya, saat seorang calon guru harus praktik mengajar. Sebelum praktik biasanya diwajibkan memerhatikan saat guru kelas tempatnya berpraktik tersebut mengajar. Saat calon guru itu bertindak sebagai pengamat, ia memerhatikan guru kelas, yang bertindak sebagai model, mungkin ia akan memerhatikan perlaku mengajar yang kurang penting karena sepanjang saat yang sama ada banyak perilaku mengajar yang diperagakan oleh guru kelas tersebut. Akan tetapi, mungkin member perhatian pada semua perilaku guru tersebut. Akan tetapi, mungkin member perhatian pada semua perilaku guru tersebut jauh lebih banyak daripada murid-murid yang diajar oleh sang guru, karena itu mengganggap semua perilaku tersbut akan sangat relevan bagi kariernya sebagai guru.
Proses member perhaitn juga tergantung pada kegiatan apa dan siapa modelnya yang tersedia untuk diamati. Sebagai contoh, seseorang akan lebih memerhatikan dan meniiru tindakan kasar atau agresif jika ia selalu dikelilingi oleh tindakan yang demikiandaripada jiga agresivitas jarang dijumpai di lingkungannya. Misalnya jika anak-anak dibesarkan dalam rumah tangga yang selalu bertengkar dan bertindak kasar, atau jika dibiarkan menonton adegan kekerasan televise atau film, maka kemungkinan besar mereka akan mudah bertindak kasar atau agresif. Dorothy Law Nolte dalam Rahmat (1998: 102) mengatakan bahwa jika anak dibesarkan dengan celaan, ia belajar memaki, jika ia dibesarkan dengan permusuhan, maka ia belajar berkelahi.
Perilaku yang diamati tersebut harus menghasilkan dampak yang dapat ditangkap oleh pancaindra. Tindakan-tindakan yang tidak memiliki nilai yang bermanfaat (functional value), yang tidak menimbulkan hasil yang nyata atau berguna untuk berurusan dengan lingkungan sekitar, biasanya akan diabaikan. Umumnya orang hanya member sedikit sekali perhatian terhadap apa yang dilihatnya setiap hari terutama jika mereka berpendapat bahwa hal-hal tersebut tidak memiliki manfaat yang nyata.

2.      Model yang Menarik (attractive Model)
Seperti yang biasa kita lihat, pariwara (iklan) di media cetak atau televise dapat menarik banyak perhatian. Televisi/film umumnya merupakan sarana menarik perhatian ( attention getting device) yang sangat efektif untuk tujuan modeling perilaku. Sebagai contoh, untuk membantu mengurangi atau mencegah perkelahian antar siswa, mungkin dapat dilakukan iklan layanan masyarakat yang dibintangi oleh tokoh-tokoh yang disukai para remaja. Tokoh tersebut berusaha menganjurkan agar para siswa tidak berkelahi.
Penerapan teori kognitif sosial dalam proses pembelajaran di sekolah, untuk mendapatkan perhatian siswa pada proses pembelajaran dari model, para guru sebainya mengusahakan : (1) menekankan bagian-bagian penting dari perilaku yang akan dipelajari untuk memusatkan perhatian siswa, (2) membagi kegiatan yang besar menjadi bagian-bagian kecil, (3) memperjelas keterampilan-keterampilan yang menjadi komponen suatu perilaku, (4) member kesempatan kepada siswa, untuk mempraktikkan hasil pengamatan mereka, begitu mereka selesai dengan satu topik.

3.      Menyimpan dalam Ingatan (Retention)
Setelah perilaku diamati, pengamat harus dapat mengingat apa yang telah dilihatnya. Hal ini bisa dilakukan dengan cara member kode dari informasi yang telah didapatkannya menjadi bentuk gambaran mental ( mental picture) atau menjadi symbol-simbol verbal yang kemudian disimpan dalam ingatan. Akan sangat membantu apabila kegaitan yang akan ditiru segera mungkin diulang atau dipraktikkan setelah pengamtan selesai. Dalam mempratikkan perilaku dapat dilakukan secara fisik, tetapi juga secara kognitif, yaitu dengan membayangkan atau menvisualisasi perilaku tersebut dalam pikirannya.

4.      Proses Produksi (Production)
Setelah melalui tahap-tahap peniruan, pengamat dapat mengubah ide, gambar yang ada dalam ingatannya menjadi suatu tindakan. Tindakan-tindakan yang diperagakan dapat direkam melalui video sebagai alat bantu. Hal ini merupakan salah satu cara pemberian umpan balik bagi si pengamat sebagai observasi diri ( self observation) melalui penayangan kembali rekaman video. Dalam proses ini tujuannya untuk membetulkan perilaku yang salah (corrective modeling). Beberapa bagian dari perilaku yang salah diidentifikasi sebagai  performance problems, kemudian diperagakan oleh model perilaku yang benar.
Berdasarkan perspektif teori kognitif sosial, kebanyakan perilaku individu dikendalikan oleh pemantapan yang diberikan pada dirinya sendiri (self imposed reinforcement). Reaksi diri terhadap keberhasilan atau kegagalan mencapai standar yang ditetapkan disebut sebagai pengaturan diri (self regulation). Hal ini ditegaskan oleh Bandura (1996: 278) proses pengaturan diri terhadap perilaku terbagi atas tiga komponen proses, yaitu (a) observasi diri (self observation), (b) penilaian (judgemental), dan (c) reaksi diri ( self response).
Adapun proses berlangsungnya observation learning terjadi pada proses dua tahap (bandura dalam Rosemary, 1990: 121-122), yaitu (1) Proses akuisisi (mendapatkan suatu perilaku), (2) proses performance, yaitu dapat atau tidaknya menampilkan perilaku yang telah diamati. Proses akuisisi memiliki tiga komponen yang dapat digambarkan sebagai berikut



Gambar. Komponen-komponen fase akuisisi dalam belajar (Rosemary; 1990:127)

            Tahap-tahap tersebut sesuai dengan yang dipaparkan oleh Bell Gredler (1994: 380) yang menyatakan bahwa individu belajar memperoleh tingkah laku baru dengan jalan mengamati model dan melakukan tindakan sendiri. Proses kognitif ini mengabstraksikan informasi dari berbagai tingkah laku hasil amatan, kemudian disimpan dalam memori (retention) dan kemudian dapat ditampilkan dalam situasi yang lain.
DAFTAR PUSTAKA
1.      Hamzah B. Uno. 2006, Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran. Jakarta Bumi
        Aksara
2.      Sendjaya, Sasa D. 1993. Pengantar Komunikasi, Jakarta: Universitas Terbuka

Tidak ada komentar: