Minggu, 08 Agustus 2010

DESAIN PEMBELAJARAN DAN PROSES PEMILIHAN MEDIA

Oleh : Sunardi
A. Pendahuluan
Desain pembelajaran sebagai proses menurut Syaiful Sagala (2005:136) adalah pengembangan pengajaran secara sistematik yang digunakan secara khusus teori-teori pembelajaran untuk menjamin kualitas pembelajaran. Pernyataan tersebut mengandung arti bahwa penyusunan perencanaan pembelajaran harus sesuai dengan konsep pendidikan dan pembelajaran yang dianut dalam kurikulum yang digunakan.Dengan demikian dapat disimpulkan desain pembelajaran adalah praktek penyusunan media teknologi komunikasi dan isi untuk membantu agar dapat terjadi transfer pengetahuan secara efektif antara guru dan peserta didik. Proses ini berisi penentuan status awal dari pemahaman peserta didik, perumusan tujuan pembelajaran, dan
merancang "perlakuan" berbasis-media untuk membantu terjadinya transisi. Idealnya proses ini berdasar pada informasi dari teori belajar yang sudah teruji secara pedagogis dan dapat terjadi hanya pada siswa, dipandu oleh guru, atau dalam latar berbasis komunitas.

Ada beberapa jenis media yang dapat digunakan dalam pembelajaran. Setiap jenis media pasti punya kelebihan dan kelemahan. Pemahanan masing-masing karakteristik media , akan membantu dalam pemilihan jenis media yang paling tepat untuk kegiatan pembelajaran. Sebelum kita gunakan, media harus kita pilih secara cermat. Memilih media yang terbaik untuk tujuan pembelajaran bukanlah pekerjaan yang mudah. Pemilihan itu rumit dan sulit, karena harus mempertimbangkan berbagai faktor

Media pada hakekatnya merupakan salah satu komponen sistem pembelajaran. Sebagai komponen, media hendaknya merupakan bagian integral dan harus sesuai dengan proses pembelajaran secara menyeluruh. Ujung akhir dari pemilihan media adalah penggunaaan media tersebut dalam kegiatan pembelajaran, sehingga memungkinkan siswa dapat berinteraksi dengan media yang kita pilih.

Apabila kita telah menentukan alternatif media yang akan kita gunakan dalam pembelajaran, maka pertanyaan berikutnya sudah tersediakah media tersebut di sekolah atau di pasaran ? Jika tersedia, maka kita tinggal meminjam atau membelinya saja. Itupun jika media yang ada memang sesuai dengan tujuan pembelajaran yang telah kita rencanakan, dan terjangkau harganya. Jika media yang kita butuhkan ternyata belum tersedia, mau tak mau kita harus membuat sendiri program media sesuai keperluan tersebut.
Jadi, pemilihan media itu perlu kita lakukan agar kita dapat menentukan media yang terbaik, tepat dan sesuai dengan kebutuhan dan kondisi sasaran didik. Untuk itu, pemilihan jenis media harus dilakukan dengan prosedur yang benar, karena begitu banyak jenis media dengan berbagai kelebihan dan kelemahan masing-masing.


PEMBAHASAN

A.Desain Pembelajaran
1. Pengertian Desain Pembelajaran
Desain pembelajaran dapat dimaknai dari berbagai sudut pandang, misalnya sebagai disiplin, sebagai ilmu, sebagai sistem, dan sebagai proses. Sebagai disiplin, desain pembelajaran membahas berbagai penelitian dan teori tentang strategi serta proses pengembangan pembelajaran dan pelaksanaannya. Sebagai ilmu, desain pembelajaran merupakan ilmu untuk menciptakan spesifikasi pengembangan, pelaksanaan, penilaian, serta pengelolaan situasi yang memberikan fasilitas pelayanan pembelajaran dalam skala makro dan mikro untuk berbagai mata pelajaran pada berbagai tingkatan kompleksitas. Sebagai sistem, desain pembelajaran merupakan pengembangan sistem pembelajaran dan sistem pelaksanaannya termasuk sarana serta prosedur untuk meningkatkan mutu belajar.

Sementara itu desain pembelajaran sebagai proses menurut SyaifulSagala (2005:136) adalah pengembangan pengajaran secara sistematik yang digunakan secara khusus teori-teori pembelajaran untuk menjamin kualitas pembelajaran. Pernyataan tersebut mengandung arti bahwa penyusunan perencanaan pembelajaran harus sesuai dengan konsep pendidikan dan pembelajaran yang dianut dalam kurikulum yang digunakan.Dengan demikian dapat disimpulkan desain pembelajaran adalah praktek penyusunan media teknologi komunikasi dan isi untuk membantu agar dapat terjadi transfer pengetahuan secara efektif antara guru dan peserta didik. Proses ini berisi penentuan status awaldari pemahaman peserta didik, perumusan tujuan pembelajaran, dan merancang "perlakuan" berbasis-media untuk membantu terjadinya transisi. Idealnya proses ini berdasar pada informasi dari teori belajar yang sudah teruji secara pedagogis dan dapat terjadi hanya pada siswa, dipandu oleh guru, atau dalam latar berbasis komunitas.

2. Komponen Utama Desain Pembelajaran
Komponen utama dari desain pembelajaran adalah:
1. Pembelajar (pihak yang menjadi fokus) yang perlu diketahuimeliputi, karakteristik mereka, kemampuan awal dan pra syarat.
2. Tujuan Pembelajaran (umum dan khusus) Adalah penjabaran kompetensi yang akan dikuasai oleh pembelajar.
3. Analisis Pembelajaran, merupakan proses menganalisis topik atau materi yang akan dipelajari
4. Strategi Pembelajaran, dapat dilakukan secara makro dalam kurun satu tahun atau mikro dalam kurun satu kegiatan belajar mengajar.
5. Bahan Ajar, adalah format materi yang akan diberikan kepada pembelajar
6. Penilaian Belajar, tentang pengukuran kemampuan atau kompetensi ang sudah dikuasai atau belum

3. Teori-teori Pembelajaran dalam Desain Pembelajaran
Penelitian terkini mengatakan bahwa lingkungan pembelajaran yang bermedia teknologi dapat meningkatkan nilai para pelajar, sikap mereka terhadap belajar, dan evaluasi dari pengalaman belajar mereka. Teknologi juga dapat membantu untuk meningkatkan interaksi antar pengajar dan pelajar, dan membuat proses belajar yang berpusat pada pelajar (student oriented). Dengan kata lain, penggunaan media menggunakan audio visual atau komputer media dapat membantu
siswa itu memperoleh pelajaran bermanfaat.Guru sebagai pengembang media pembelajaran harus mengetahui perbedaan pendekatan-pendekatan dalam belajar agar dapat memilih strategi pembelajaran yang tepat. Strategi pembelajaran harus dipilih untuk memotivasi para pembelajar, memfasilitasi proses belajar,membentuk manusia seutuhnya, melayani perbedaan individu,
mengangkat belajar bermakna, mendorong terjadinya interaksi, dan memfasilitasi belajar kontekstual, Terdapat beberapa teori belajar yang melandasi penggunaan teknologi/komputer dalam pembelajaran yaitu teori behaviorisme, kognitifisme dan konstruktivisme.

1. Teori Behaviorisme

Behaviorisme memandang fikiran sebagai ‘kotak hitam” dalam merespon rangsangan yang dapat diobsevasi secara kuantitatif,sepenuhnya mengabaikan proses berfikir yang terjadi dalam otak.
Kelompok ini memandang tingkah laku yang dapat diobservasi dan diukur sebagai indikator belajar. Implementasi prinsip ini dalam mendesain suatu media pembelajaran adalah sebagai berikut:
a. Siswa harus diberitahu secara eksplisit outcome belajar sehingga mereka dapat mensetting harapan-harapan mereka dan menentukan apakah dirinya telah mencapai outcome dari pembelajaran online atau tidak.
b. Pembelajar harus diuji apakah mereka telah mencapai outcome pembelajaran atau tidak. Tes dilakukan untuk mencek tingkat pencapaian pembelajar dan untuk memberi umpan balik yang
tepat.
c. Materi belajar harus diurutkan dengan tepat untuk meningkatkan hasil belajar. Urutan dapat dimulai dari bentuk yang sederhana ke yang kompleks, dari yang diketahui sampai yang tidak diketahui dan dari pengetahuan sampai penerapan.
d. Pembelajar harus diberi umpan balik sehingga mereka dapat mengetahui bagaimana melakukan tindakan koreksi jika diperlukan.

2. Teori Kognitivisme

Kognitivisme membagi tipe-tipe pembelajar, yaitu:
1) Pembelajar tipe pengalaman-konkret lebih menyukai contoh khusus dimana mereka bisa terlibat dan mereka berhubungan dengan teman temannya,dan bukan dengan orang-orang dalam otoritas itu;
2) Pembelajar tipe observasi reflektif suka mengobservasi dengan teliti sebelum melakukan tindakan;
3) Pembelajar tipe konsepsualisasi abstrak lebih suka bekerja dengan sesuatu dan symbol-simbol daripada dengan manusia. Mereka suka bekerja dengan teori dan melakukan analisis sistematis.
4) Pembelajar tipe eksperimentasi aktif lebih suka belajar dengan melakukan praktek proyek dan melalui kelompok diskusi. Mereka menyukai metode belajar aktif dan berinteraksi dengan teman untuk memperoleh umpan balik dan informasi. Implementasi prinsip ini dalam mendesain suatu media pembelajaran adalah sebagai berikut:
a. Materi pembelajaran harus memasukan aktivitas gaya belajar yang berbeda, sehingga siswa dapat memilih aktivitas yang tepat berdasarkan kecenderungan gaya berlajarnya.
b. Sebagai tambahan aktivitas, dukungan secukupnya harus diberikan kepada siswa dengan perbedaan gaya belajar. Siswa dengan perbedaan gaya belajar memiliki perbedaan pilihan terhadap dukungan, sebagai contoh, assimilator lebih suka kehadiran instruktur yang tinggi. Sementara akomodator lebih suka kehadiran instruktur yang rendah.
c. Informasi harus disajikan dalam cara yang berbeda untuk mengakomodasi perbedaan individu dalam proses dan memfasilitasi transfer ke long-term memory.
d. Pembelajar harus dimotivasi untuk belajar, tanpa memperdulikan sebagaimana efektif materi, jika pembelajar tidak dimotivasi mereka tidak akan belajar.
e. Pada saat belajar, pembelajar harus diberi kesempatan untuk merefleksi apa yang mereka pelajari. Bekerja sama dengan pembelajar lain, dan mengecek kemajuan mereka.
f. Psikologi kognitif menyarankan bahwa pembelajar menerima dan memproses informasi untuk ditransfer ke long term memory untuk disimpan.

3. Teori Konstruktivisme

Penekanan pokok pada konstruktivis adalah situasi belajar, yang memandang belajar sebagai yang kontekstual. Aktivitas belajar yang memungkinkan pembelajar mengkontekstualisasi informasi harus digunakan dalam mendesain sebuah media pembelajaran. Jika informasi harus diterapkan dalam banyak konteks, maka strategi belajar yang mengangkat belajar multi-kontekstual harus digunakan untuk meyakinkan bahwa pembelajar pasti dapat menerapkan informasi tersebut secara luas. Belajar adalah bergerak menjauh dari pembelajaran satu-cara ke konstruksi dan penemuan pengetahuan. Implementasi pada online learning adalah sebagai berikut:
a. Belajar harus menjadi suatu proses aktif. Menjaga pembelajar tetap aktif melakukan aktivitas yang bermakna menghasilkan proses tingkat tinggi, yang memfasilitasi penciptaan makna personal.
b. Pembelajar mengkonstruksi pengetahuan sendiri bukan hanya menerima apa yang diberi oleh instruktur. Konstruksi pengetahuan difasilitasi oleh pembelajaran interaktif yang bagus, karena siswa harus mengambil inisiatif untuk berinteraksi dengan pembelajar lain dan dengan instruktur, dan karena agenda belajar dikontrol oleh pembelajar sendiri.
c. Bekerja dengan pembelajar lain memberi pembelajar pengalaman kehidupan nyata melalui kerja kelompok, dan memungkinkan mereka menggunakan keterampilan metakognitif mereka.
d. Pembelajar harus diberi kontrol proses belajar.
e. Pembelajar harus diberi waktu dan kesempatan untuk refleksi. Pada saat belajar online siswa perlu merefleksi dan menginternalisasi informasi.
f. Belajar harus dibuat bermakna bagi siswa. Materi belajar harus memasukan contoh-contoh yang berhubungan dengan pembelajar sehingga mereka dapat menerima informasi yang diberikan.
g. Belajar harus interaktif dan mengangkat belajar tingkat yang lebih tinggi dan kehadiran sosial, dan membantu mengembangkan makna personal. Pembelajar menerima materi pelajaran melalui teknologi, memproses informasi, dan kemudian mempersonalisasi dan mengkontekstualisasi informasi tersebut.

4. Model-model Desain Pembelajaran
Dalam desain pembelajaran dikenal beberapa model yangdikemukakan oleh para ahli. Secara umum, model desain pembelajaran dapat diklasifikasikan ke dalam model berorientasi kelas,
model berorientasi sistem, model berorientasi produk, model prosedural dan model melingkar.
Model berorientasi kelas biasanya ditujukan untuk mendesainpembelajaran level mikro (kelas) yang hanya dilakukan setiap dua jampelajaran atau lebih. Contohnya adalah model ASSURE. Model berorientasi produk adalah model desain pembelajaran untuk menghasilkann suatu produk, biasanya media pembelajaran, misalnya video pembelajaran, multimedia pembelajaran, atau modul. Contoh modelnya adalah model Hannafin and Peck.
Satu lagi adalah model beroreintasi sistem yaitu model desain pembelajaran untuk menghasilkan suatu sistem pembelajaran yang cakupannya luas, seperti desain sistem suatu pelatihan, kurikulum sekolah, dll. contohnya adalah model ADDIE. Selain itu ada pula yang biasa kita sebut sebagai model prosedural dan model melingkar. Contoh dari model prosedural adalah model Dick and Carrey sementara contoh model melingkar adalah model Kemp.

Adanya variasi model yang ada ini sebenarnya juga dapat menguntungkan kita, beberapa keuntungan itu antara lain adalah kita dapat memilih dan menerapkan salah satu model desain pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik yang kita hadapi di lapangan, selain itu juga, kita dapat mengembangkan dan membuat model turunan dari model-model yang telah ada, ataupun kita juga dapat meneliti dan mengembangkan desain yang telah ada untuk dicobakan dan
diperbaiki. Beberapa contoh dari model-model diatas akan diuraikan secara lebih jelas berikut ini:

4.1. Model Dick and Carrey

Salah satu model desain pembelajaran adalah model Dick andCarey (1985). Model ini termasuk ke dalam model prosedural. Langkah–langkah Desain Pembelajaran menurut Dick and Carey
adalah:
a. Mengidentifikasikan tujuan umum pembelajaran.
b. Melaksanakan analisi pembelajaran
c. Mengidentifikasi tingkah laku masukan dan karakteristik siswa
d. Merumuskan tujuan performansi
e. Mengembangkan butir–butir tes acuan patokan
f. Mengembangkan strategi pembelajaran
g. Mengembangkan dan memilih materi pembelajaran
h. Mendesain dan melaksanakan evaluasi formatif
i. Merevisi bahan pembelajaran
j. Mendesain dan melaksanakan evaluasi sumatif.


Model Dick and Carey terdiri dari 10 langkah. Setiap langkah sangat jelas maksud dan tujuannya sehingga bagi perancang pemula sangat cocok sebagai dasar untuk mempelajari model desain yang lain. Kesepuluh langkah pada model Dick and Carey menunjukan hubungan yang sangat jelas, dan tidak terputus antara langkah yang satu dengan yang lainya. Dengan kata lain, system
yang terdapat pada Dick and Carey sangat ringkas, namun isinya padat dan jelas dari satu urutan ke urutan berikutnya.

Langkah awal pada model Dick and Carey adalah mengidentifikasi tujuan pembelajaran. Langkah ini sangat sesuai dengan kurikulum perguruan tinggi maupun sekolah menengah dan sekolah dasar, khususnya dalam mata pelajaran tertentu di mana tujuan pembelajaran pada kurikulum agar dapat melahirkan suatu rancangan pembangunan. Penggunaan model Dick and Carey dalam pengembangan suatu mata pelajaran dimaksudkan agar (1) pada awal proses
pembelajaran anak didik atau siswa dapat mengetahui dan mampu melakukan hal–hal yang berkaitan dengan materi pada akhir pembelajaran, (2) adanya pertautan antara tiap komponen
khususnya strategi pembelajaran dan hasil pembelajaran yang dikehendaki, (3) menerangkan langkah–langkah yang perlu dilakukan dalam melakukan perencanaan desain pembelajaran.

4.2. Model Kemp
Model Kemp termasuk ke dalam contoh model melingkar jika ditunjukkan dalam sebuah diagram, model ini akan tampak seperti gambar berikut ini:



Gambar 2: Model Kemp

Secara singkat, menurut model ini terdapat beberapa langkah dalam penyusunan sebuah bahan ajar, yaitu:
a. Menentukan tujuan dan daftar topik,menetapkan tujuan umum untuk pembelajaran tiap topiknya;
b. Menganalisis karakteristik pelajar, untuk siapa pembelajaran tersebut didesain;
c. Menetapkan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai dengan syarat dampaknya dapat dijadikan tolak ukur perilaku pelajar;
d. Menentukan isi materi pelajaran yang dapat mendukung tiap tujuan;
e. Pengembangan prapenilaian/penilaian awal untuk menentukan latar belakang pelajar dan pemberian level pengetahuan terhadap suatu topik;
f. Memilih aktivitas pembelajaran dan sumber pembelajaran yang menyenangkan atau menentukan strategi belajar-mengajar, jadi siswa siswa akan mudah menyelesaikan tujuan yang diharapkan;
g. Mengkoordinasi dukungan pelayanan atau sarana penunjang yang meliputi personalia, fasilitas-fasilitas, perlengkapan, dan jadwal untuk melaksanakan rencana pembelajaran;
h. Mengevaluasi pembelajaran siswa dengan syarat mereka menyelesaikan pembelajaran serta melihat kesalahan-kesalahan dan peninjauan kembali beberapa fase dari perencanaan yang membutuhkan perbaikan yang terus menerus, evaluasi yang dilakukan berupa evaluasi formatif dan evaluasi sumatif


4.3. Model ASSURE

Model ASSURE merupakan suatu model yang merupakan sebuah formulasi untuk Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) atau disebut juga model berorientasi kelas. Menurut Heinich et al (2005) model initerdiri atas enam langkah kegiatan yaitu:
Analyze Learners
States Objectives
Select Methods, Media, and Material
Utilize Media and materials
Require Learner Participation
Evaluate and Revise

i) Analisis Pelajar

Menurut Heinich et al (2005) jika sebuah media pembelajaran akan digunakan secara baik dan disesuaikan dengan ciri-ciri pelajar, isi dari pelajaran yang akan dibuatkan medianya, media
dan bahan pelajaran itu sendiri. Lebih lanjut Heinich, 2005 menyatakan sukar untuk menganalisis semua ciri pelajar yang ada, namun ada tiga hal penting dapat dilakuan untuk mengenal pelajar sesuai .berdasarkan ciri-ciri umum, keterampilan awal khusus dan gaya belajar

ii) Menyatakan Tujuan
Menyatakan tujuan adalah tahapan ketika menentukan tujuan pembelajaran baik berdasarkan buku atau kurikulum. Tujuan pembelajaran akan menginformasikan apakah yang sudah dipelajari anak dari pengajaran yang dijalankan. Menyatakan tujuan harus difokuskan kepada pengetahuan, kemahiran, dan sikap yang baru untuk dipelajari

iii) Pemilihan Metode, media dan bahan
Heinich et al. (2005) menyatakan ada tiga hal penting dalam pemilihan metode, bahan dan media yaitu menentukan metode yang sesuai dengan tugas pembelajaran, dilanjutkan dengan memilih media yang sesuai untuk melaksanakan media yang dipilih, dan langkah terakhir adalah memilih dan atau mendesain media yang telah ditentukan.

iv) Penggunaan Media dan bahan
Menurut Heinich et al (2005) terdapat lima langkah bagi penggunaan media yang baik yaitu, preview bahan, sediakan bahan, sediakan persekitaran, pelajar dan pengalaman
pembelajaran.

v) Partisipasi Pelajar di dalam kelas
Sebelum pelajar dinilai secara formal, pelajar perlu dilibatkan dalam aktivitas pembelajaran seperti memecahkan masalah, simulasi, kuis atau presentasi.

vi) Penilaian dan Revisi
Sebuah media pembelajaran yang telah siap perlu dinilai untuk menguji keberkesanan dan impak pembelajaran. Penilaian yang dimaksud melibatkan beberapa aspek diantaranya menilai pencapaian pelajar, pembelajaran yang dihasilkan, memilih metode dan media, kualitas media, penggunaan guru dan penggunaan pelajar.

4.4. Model ADDIE
Ada satu model desain pembelajaran yang lebih sifatnya lebih generik yaitu model ADDIE (Analysis-Design-Develop-Implement- Evaluate). ADDIE muncul pada tahun 1990-an yang dikembangkan oleh Reiser dan Mollenda.Salah satu fungsinya ADDIE yaitu menjadi pedoman dalam membangun perangkat dan infrastruktur program pelatihan yang efektif, dinamis dan mendukung kinerja pelatihan itu sendiri.
Model ini menggunakan 5 tahap pengembangan yakni :
1. Analysis (analisa)
2. Design (disain / perancangan)
3. Development (pengembangan)
4. Implementation (implementasi/eksekusi)
5. Evaluation (evaluasi/ umpan balik)

Langkah 1: Analisis
Tahap analisis merupakan suatu proses mendefinisikan apa yang akan dipelajari oleh peserta belajar, yaitu melakukan needs assessment (analisis kebutuhan), mengidentifikasi masalah
(kebutuhan), dan melakukan analisis tugas (task analysis). Oleh karena itu, output yang akan kita hasilkan adalah berupa karakteristik atau profile calon peserta belajar, identifikasi kesenjangan, identifikasi kebutuhan dan analisis tugas yang rinci didasarkan atas kebutuhan.

Langkah 2: Desain
Tahap ini dikenal juga dengan istilah membuat rancangan (blueprint). Ibarat bangunan, maka sebelum dibangun gambar rancang bangun (blue-print) diatas kertas harus ada terlebih dahulu. Apa yang kita lakukan dalam tahap desain ini? Pertama merumuskan tujuan pembelajaran yang SMAR (spesifik, measurable, applicable, dan realistic). Selanjutnya menyusun tes, dimana tes tersebut harus didasarkan pada tujuan pembelajaran yag telah dirumuskan tadi.Kemudian tentukanlah strategi pembelajaran yang tepat harusnya seperti apa untuk mencapai tujuan tersebut. Dalam hal ini ada banyak pilihan kombinasi metode dan media yang dapat kita pilih
dan tentukan yang paling relevan. Disamping itu, pertimbangkan pula sumber-sumber pendukung lain, semisal sumber belajar yang relevan, lingkungan belajar yang seperti apa seharusnya, dan lainlain. Semua itu tertuang dalam sautu dokumen bernama blue-print yang jelas dan rinci.

Langkah 3: Pengembangan
Pengembangan adalah proses mewujudkan blue-print alias desain tadi menjadi kenyataan. Artinya, jika dalam desain diperlukan suatu software berupa multimedia pembelajaran, maka multimedia tersebut harus dikembangkan. Atau diperlukan modul cetak, maka modul tersebut perlu dikembangkan. Begitu pula halnya dengan lingkungan belajar lain yang akan mendukung proses pembelajaran semuanya harus disiapkan dalam tahap ini. Satu langkah penting
dalam tahap pengembangan adalah uji coba sebelum diimplementasikan. Tahap uji coba ini memang merupakan bagian dari salah satu langkah ADDIE, yaitu evaluasi. Lebih tepatnya
evaluasi formatif, karena hasilnya digunakan untuk memperbaiki sistem pembelajaran yang sedang kita kembangkan.



Langkah 4: Implementasi
Implementasi adalah langkah nyata untuk menerapkan system pembelajaran yang sedang kita buat. Artinya, pada tahap ini semua yang telah dikembangkan diinstal atau diset sedemikian rupa
sesuai dengan peran atau fungsinya agar bisa diimplementasikan. Misal, jika memerlukan software tertentu maka software tersebut harus sudah diinstal. Jika penataan lingkungan harus tertentu, maka lingkungan atau seting tertentu tersebut juga harus ditata.Barulah diimplementasikan sesuai skenario atau desain awal.

Langkah 5: Evaluasi
Evaluasi adalah proses untuk melihat apakah sistem pembelajaran yang sedang dibangun berhasil, sesuai dengan harapan awal atau tidak. Sebenarnya tahap evaluasi bisa terjadi pada setiap empat tahap di atas. Evaluasi yang terjadi pada setiap empat tahap diatas itu dinamakan evaluasi formatif, karena tujuannya untuk kebutuhan revisi. Misal, pada tahap rancangan, mungkin kita memerlukan salah satu bentuk evaluasi formatif misalnya review ahli untuk memberikan input terhadap rancangan yang sedang kita buat. Pada tahap pengembangan, mungkin perlu uji coba dari produk yang kita kembangkan atau mungkin perlu evaluasi kelompok kecil dan lain lain.

4.5. Model Hanafin and Peck
Model Hannafin dan Peck ialah model desain pengajaran yang terdiri daripada tiga fase yaitu fase Analisis keperluan, fase desain, dan fase pengembangan dan implementasi (Hannafin & Peck1988). Dalam model ini, penilaian dan pengulangan perlu dijalankan dalam setiap fase. Model ini adalah model desain pembelajaran berorientasi produk.

Fase pertama dari model Hannafin dan Peck adalah analisis kebutuhan. Fase ini diperlukan untuk mengidentifikasi kebutuhankebutuhan dalam mengembangkan suatu media pembelajaran termasuklah di dalamnya tujuan dan objektif media pembelajaran yang dibuat, pengetahuan dan kemahiran yang diperlukan oleh kelompok sasaran, peralatan dan keperluan media pembelajaran.
Setelah semua keperluan diidentifikasi Hannafin dan Peck (1988) menekankan untuk menjalankan penilaian terhadap hasil itu sebelum meneruskan pembangunan ke fase desain.

Fase yang kedua dari model Hannafin dan Peck adalah fase desain. Di dalam fase ini informasi dari fase analisis dipindahkan ke dalam bentuk dokumen yang akan menjadi tujuan pembuatan media pembelajaran. Hannafin dan Peck (1988) menyatakan fase desain bertujuan untuk mengidentifikasikan dan mendokumenkan kaedah yang paling baik untuk mencapai tujuan pembuatan media tersebut. Salah satu dokumen yang dihasilkan dalam fase ini ialah dokumen story board yang mengikut urutan aktivitas pengajaran berdasarkan keperluan pelajaran dan objektif media pembelajaran seperti yang diperoleh dalam fase analisis keperluan. Seperti halnya pada fase pertama, penilaian perlu dijalankan dalam fase ini sebelum dilanjutkan ke fase pengembangan dan implementasi.

Fase ketiga dari model Hannafin dan Peck adalah fase pengembangan dan implementasi. Hannafin dan Peck (1988) mengatakan aktivitas yang dilakukan pada fase ini ialah penghasilan diagram alur, pengujian, serta penilaian formatif dan penilaian sumatif. Dokumen story board akan dijadikan landasan bagi pembuatan diagram alir yang dapat membantu proses pembuatan media pembelajaran. Untuk menilai kelancaran media yang dihasilkan seperti kesinambungan link, penilaian dan pengujian dilaksanakan pada fase ini. Hasil dari proses penilaian dan pengujian ini akan digunakan dalam proses pengubahsuaian untuk mencapai kualitas media yang dikehendaki. Model Hannafin dan Peck (1988) menekankan proses penilaian dan pengulangan harus mengikutsertakan proses-proses pengujian dan penilaian media pembelajaran yang melibatkan ketiga fase secara berkesinambungan. Lebih lanjut Hannafin dan Peck (1988) menyebutkan dua jenis penilaian yaitu penilaian formatif dan penilaian sumatif. Penilaian formatif ialah penilaian yang dilakukan sepanjang proses pengembangan media sedangkan penilaian sumatif dilakukan setelah media telah selesai dikembangkan

B. Proses Pemilihan Media Pembelajaran

Anderson (1976) mengemukakan adanya dua pendekatan/ model dalam proses pemilihan media pembelajan, yaitu: model pemilihan tertutup dan model pemilihan terbuka.
Pemilihan tertutup terjadi apabila alternatif media telah ditentukan “dari atas” (misalnya oleh Dinas Pendidikan), sehingga mau tidak mau jenis media itulah yang harus dipakai. Kalau toh kita memilih, maka yang kita lakukan lebih banyak ke arah pemilihan topik/ pokok bahasan mana yang cocok untuk dimediakan pada jenis media tertentu. Misalnya saja, telah ditetapkan bahwa media yang digunakan adalah media audio. Dalam situasi demikian, bukanlah mempertanyakan mengapa media audio yang digunakan, dan bukan media lain? Jadi yang harus kita lakukan adalah memilih topik-topik apa saja yang tepat untuk disajikan melalui media audio. Untuk model pemilihan terbuka, lebih rumit lagi.

Model pemilihan terbuka merupakan kebalikan dari pemilihan tertutup. Artinya, kita masih bebas memilih jenis media apa saja yang sesuai dengan kebutuhan kita. Alternatif media masih terbuka luas. Proses pemilihan terbuka lebih luwes sifatnya karena benar-benar kita sesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi yang ada. Namun proses pemilihan terbuka ini menuntut kemampuan dan keterampilan guru untuk melakukan proses pemilihan. Seorang guru kadang bisa melakukan pemilihan media dengan mengkombinasikan antara pemilihan terbuka dengan pemilihan tertutup.

1. Kriteria Pemilihan Media

Memilih media hendaknya tidak dilakukan secara sembarangan, melainkan didasarkan atas kriteria tertentu. Kesalahan pada saat pemilihan, baik pemilihan jenis media maupun pemilihan topik yang dimediakan, akan membawa akibat panjang yang tidak kita inginkan di kemudian hari. Banyak pertanyaan yang harus kita jawab sebelum kita menentukan pilihan media tertentu. Secara umum, kriteria yang harus dipertimbangkan dalam pemilihan media pembelajaran diuraikan sebagai berikut.

1) Tujuan
Apa tujuan pembelajaran (TPU dan TPK ) atau kompetensi yang ingin dicapai? Apakah tujuan itu masuk kawasan kognitif, afektif , psikhomotor atau kombinasinya? Jenis rangsangan indera apa yang ditekankan: apakah penglihatan, pendengaran, atau kombinasinya? Jika visual, apakah perlu gerakan atau cukup visual diam? Jawaban atas pertanyaan itu akan mengarahkan kita pada jenis media tertentu, apakah media realia, audio, visual diam, visual gerak, audio visual gerak dan seterusnya.

2) Sasaran didik
Siapakah sasaran didik yang akan menggunakan media? bagaimana karakteristik mereka, berapa jumlahnya, bagaimana latar belakang sosialnya, apakah ada yang berkelainan, bagaimana motivasi dan minat belajarnya? dan seterusnya. Apabila kita mengabaikan kriteria ini, maka media yang kita pilih atau kita buat tentu tak akan banyak gunanya. Mengapa? Karena pada akhirnya sasaran inilah yang akan mengambil manfaat dari media pilihan kita itu. Oleh karena itu, media harus sesuai benar dengan kondisi mereka.

3) Karateristik media yang bersangkutan
Bagaimana karakteristik media tersebut? Apa kelebihan dan kelemahannya, sesuaikah media yang akan kita pilih itu dengan tujuan yang akan dicapai? Kita tidak akan dapat memilih media dengan baik jika kita tidak mengenal dengan baik karakteristik masing-masing media. Karena kegiatan memilih pada dasarnya adalah kegiatan membandingkan satu sama lain, mana yang lebih baik dan lebih sesuai dibanding yang lain. Oleh karena itu, sebelum menentukan jenis media tertentu, pahami dengan baik bagaimana karaktristik media tersebut.

4) Waktu
Yang dimaksud waktu di sini adalah berapa lama waktu yang diperlukan untuk mengadakan atau membuat media yang akan kita pilih, serta berapa lama waktu yang tersedia / yang kita memiliki, cukupkah ? Pertanyaan lain adalah, berapa lama waktu yang diperlukan untuk menyajikan media tersebut dan berapa lama alokasi waktu yang tersedia dalam proses pembelajaran ? Tak ada gunanya kita memilih media yang baik, tetapi kita tidak cukup waktu untuk mengadakannya. Jangan sampai pula terjadi, media yang telah kita buat dengan menyita banyak waktu, tetapi pada saat digunakan dalam pembelajran ternyata kita kekurangan waktu.

5) Biaya
Faktor biaya juga merupakan pertanyaan penentu dalam memilih media. Bukankah penggunaan media pada dasarnya dimaksudkan untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas pembelajaran. Apalah artinya kita menggunakan media, jika akibatnya justru pemborosan. Oleh sebab itu, faktor biaya menjadi kriteria yang harus kita pertimbangkan. Berapa biaya yang kita perlukan untuk membuat, membeli atau meyewa media tersebut? Bisakah kita mengusahakan beaya tersebut/ apakah besarnya biaya seimbang dengan tujuan belajar yang hendak dicapai? Tidak mungkinkan tujuan belajar itu tetap dapat dicapai tanpa menggunakan media itu, adakah alternatif media lain yang lebih murah namun tetap dapat mencapai tujuan belajar? Media yang mahal, belum tentu lebih efektif untuk mencapai tujuan belajar, dibanding media sederhana yang murah.
6) Ketersediaan
Kemudahan dalam memperoleh media juga menjadi pertimbangan kita. Adakah media yang kita butuhkan itu di sekitar kita, di sekolah atau di pasaran ? Kalau kita harus membuatnya sendiri, adakah kemampuan, waktu tenaga dan sarana untuk membuatnya? Kalau semua itu ada, petanyaan berikutnya tersediakah sarana yang diperlukan untuk menyajikannya di kelas? Misalnya, untuk menjelaskan tentang proses tejadinya gerhana matahari memang akan lebih efektif jika disajikan melalui media video. Namun karena di sekolah tidak ada aliran listrik atau tidak punya video player, maka sudah cukup bila digunakan alat peraga gerhana matahari.

7) Konteks penggunaan
Konteks penggunaan maksudnya adalah dalam kondisi dan strategi bagaimana media tersebut akan digunakan. Misalnya: apakah untuk belajar individual, kelompok kecil, kelompok besar atau massal ? Dalam hal ini kita perlu merencanakan strategi pembelajaran secara keseluruhan yang akan kita gunakan dalam proses pembelajaran, sehingga tergambar kapan dan bagaimana konteks penggunaaan media tersebut dalam pembelajaran.

8.Mutu Teknis
Kriteria ini terutama untuk memilih/membeli media siap pakai yang telah ada, misalnya program audio, video, garafis atau media cetak lain. Bagaimana mutu teknis media tersebut, apakah visualnya jelas, menarik dan cocok ? Apakah suaranya jelas dan enak didengar ? Jangan sampai hanya karena keinginan kita untuk menggunakan media saja, lantas media yang kurang bermutu kita paksakan penggunaannya. Perlu diinggat bahwa jika program media itu hanya menyajikan sesuatu yang sebenarnya bisa dilakukan oleh guru dengan lebih baik, maka media itu tidak perlu lagi kita gunakan.


2. Prinsip-prinsip Pemilihan Media Pembelajaran

Pemilihan media merupakan keputusan yang menarik dan menentukan terhadap ketepatan jenis media yang akan digunakan, yang selanjutnya sangat mempengaruhi efektvitas dan efisiensi proses pembelajaran. Dalam menentukan ketepatan media yang akan dipersiapkan dan digunakan melakui proses pengambilan keputusan adalah berhubungan dengan kemampuan yang dimiliki oleh media termasuk kelebihan dari karakteristik media yang bersangkutan dihubungkan dengan berbagai komponen pembelajaran. Belum tentu jenis media yang mahal, yang lebih modern, yang lebih serba maju akan mendukung terciptanya pembelajaran yang efektif dan efisien . Sebaliknya jenis media sederhana, harganya murah, mudah dibuat atau mudah didapat mungkin lebih efektif dan efisien dibanding yang lebih modern tersebut Begitu juga posisi media dalam pola pembelajaran yang akan dilaksanakan sangat mempengaruhi ketepatan jenis media yang akan digunakan.

Sebelum melakukan proses pemilihan media ada beberapa prinsip yang harus diperhatikan.
Adanya kejelasan tentang maksud dan tujuan pemilihan media tersebut.Tujuan pemilihan media harus dihubungkan dengan tujuan dari penggunaan media. Tujuan penggunaan media dapat bermacam-macam, seperti sekedar pengisi waktu, untuk hiburan, untuk informasi umum, untuk pembelajaran. Jika tujuan pemilihannya selain bukan pembelajaran, sebetulnya bukan tugas utama teknolog pendidikan. Tetapi kita harus mampu untuk melaksanakannya. Jika tujuan pemilihannya untuk pembelajaran harus dilihat peranannya apakah sebagai alat bantu, sebagai pendamping guru, atau sebagai media untuk pembelajaran individual atau kombinasi dari semuanya itu.

Di samping itu jika tujuannya untuk media pembelajaran apakah untuk mencapai tujuan kognitif, afektif atau psikomotor termasuk yang harus diperhatikan masing-masing dari aspek tujuan tersebut.Yang harus diperhatikan dalam mempertimbangkan sebagai media pembelajaran apakah untuk sasaran individu, kelompok, atau klasikal, atau untuk sasaran tertentu, misalnya anak balita, orang dewasa, masyarakat petani, orang buta, orang tuli, dan sebagainya.

Adanya familiaritas media

Istilah familiaritas berasal dari famili atau keluarga artinya mengenal utuh tentang media yang akan dipilih. Setiap jenis media mempunyai sifat dan karakteristik yang berbeda satu sama lain. Jika dihubungkan karakteristik setiap media tersebut terhadap komponen pembelajaran akan mempunyai konsekuensi yang berbeda. Misalnya dihubungkan dengan tujuan pembelajaran media tertentu secara efektif dan efisien dapat mencapai tujuan kognitif tetapi media tertentu yang lain tidak bisa secara efektif. Begitu juga untuk tujuan afektif dan psikomotor ada beberapa media yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan tersebut secara efisien dan efeklif ada juga yang tidak. Jika dihubungkan dengan sasaran belajar, ada yang bisa secara efisien dan efektif untuk individu, kelompok, klasikal tetapi ada juga yang tidak. Jika dihubungkan dengan isi pesan yang dipelajari, ada media yang dapat digunakan untuk menyajikan pesan yang bersifat faktual, konsep, prinsip, prosedur, atau sikap, tetapi ada juga yang tidak.Oleh karena itu sebagai teknolog pendidikan harus mengenal betul sifat dan karakteristik dari masing-masing media tersebut agar media yang akan dipilih betul-betul tepat sesuai dengan yang dibutuhkan dalam kegiatan pembelajaran.Ada sejumlah media pembelajaran yang dapat dipilih atau diperbandingkan
Sekalipun telah dikenal betul tentang sifat dan karakteristik dari berbagai macam media, tidak akan ada gunanya jika tidak tersedia sejumlah media yang akan dipilih. Karena pada hakekatnya pemilihan adalah proses pengambilan keputusan untuk menetapkan media yang paling cocok dipakai untuk kegiatan pembelajaran, berarti harus terdapat sejumlah media yang diperbandingkan. Begitu juga jika jenis media yang diperbandingkan terbatas maka jenis media yang ditetapkan untuk digunakan juga terbatas apa adanya.

Ada sejumlah kriteria atau norma yang dipakai dalam proses pemilihan.Prinsip ini merupakan hal yang terpenting dalam proses pemilihan karena akan dipakai dan digunakan serta menentukan jenis media yang ditentukan. Sejumlah kriteria atau norma yang dikembangkan harus disesuaikan dengan keterbatasan kondisi setempat mulai dari tujuan yang ingin dicapai, fasilitas, tenaga maupun dana, dampak kemudahan yang diperolehnya serta efisiensi dan efektivitasnya. Penyesuaian dengan keterbatasan kondisi setempat bukan menghilangkan idealisasi norma, tetapi dimaksudkan apakah memungkinkan untuk dilaksanakan atau tidak. Karena itu jumlah dan kedetailan norma atau kriteria yang dikembangkan untuk lembaga satu dengan lembaga yang lain bisa berbeda.Selain itu sebelum mengembangkan kriteria dan melaksanakan pemilihan media harus diketahui jenis media yang akan dipilih apakah termasuk media by design ataukah by utilization. Karena konsekuensi dan jenis media tersebut berdampak pada penentuan kriteria atau norma yang dipakai. Media by utilization yang dimaksud adalah media yang telah tersedia secara umum dan banyak di lapangan atau di pasaran, tinggal menyesuaikan untuk dimanfaatkan dalam pembelajaran. Sedangkan yang dimaksud dengan media by design adalah media yang sengaja dirancang dan dikembangkan untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu. Karena itu proses dan kriteria pemilihan yang dipakai tentunya berbeda.

3. Prosedur pemilihan Media pembelajaran

Untuk jenis media rancangan (by design), beberapa macam cara telah dikembangkan untuk memilih media. Dalam proses pemilihan ini, Anderson (1976) mengemukakan prosedur pemilihan media menggunakan pendekatan flowchart (diagram alur). Dalam proses tersebut ia mengemukan beberapa langkah dalam pemilihan dan penentuan jenis penentuan media, yaitu :
- Menentukan apakah pesan yang akan kita sampaikan melalui media termasuk pesan pembelajaran atau hanya sekedar informasi umum / hiburan. Jika hanya sekedar informasi umum akan diabaikan karena prosedur yang dikembangkan khusus untuk pemilihan media yang bersifat / untuk keperluan pembelajaran.
-Menentukan apakah media itu dirancang untuk keperluan pembelajaran atau hanya sekedar alat bantu mengajar bagi guru (alat peraga). Jika sekedar alat peraga, proses juga dihentikan /diabaikan.
- Menentukan apakah tujuan pembelajaran lebih bersifat kognitif, afektif atau psikomotor.
- Menentukan jenis media yang sesuai untuk jenis tujuan yang akandicapai,dengan mempertimbangkan kriteria lain seperti kebijakan, fasilitas yang tersedia, kemampuan produksi dan biaya.
-Mereview kembali jenis media yang telah dipilih, apakah sudah tepat atau masih terdapat kelemahan, atau masih ada alternatif jenis media lain yang lebih tepat.
-Merencanakan, mengembangkan dan memproduksi media.

Pendekatan lain yang dapat digunakan dalam memilih media adalah pendekatan secara matrik. Salah satu dari pendekatan ini adalah yang dikemukakan oleh Alen. Matrik ini memberikan petunjuk yang dapat dijadikan pertimbangan dalam memilih media yang sesuai dengan jenis tujuan pembelajaran tertentu. Ia menggambarkan tinggi rendahnya kemampuan setiap jenis media bagi pencapaian berbagai tujuan belajar sebagai berikut :

Matrik kemampuan setiap jenis media dalam mempengaruhi berbagai jenis belajarUntuk menggunakan matrik di atas, terlebih dahulu kita mempelajari jenis belajar mana yang akan dipelajari / harus dikuasai siswa, apakah informasi faktual, konsep, keterampilan dan seterusnya. Setelah itu, kita bisa memilih jenis media yang sesuai dengan jenis belajar tersebut. Caranya dengan melihat dalam kolom yang yang berlabel “tinggi “ yang tertera di bawah kolom jenis belajar. Selanjutnya kita lihat secara horizontal ke kolom paling kiri untuk memperoleh petunjuk jenis media mana yang sebaiknya kita pilih. Jika media tersebut ternyata tidak tersedia, atau tidak mungkin disediakan kareana mahal, tidak praktis, atau tidak sesuai dengan kondisi siswa, dengan cara yang samamaka pilihan kita beralih pada jenis media yang berlabel “ “sedang”. Ini berati kita telah memilih jenis media “terbaik kedua”, bukan yang terbaik.

Sekali lagi, pertimbangan utama dalam memilih media adalah keseuaian media tersebut dengan tujuan pembelajaran yang akan dicapai oleh siswa. Jika terdapat beberapa jenis media yang sama sama baik dan sesuai, maka prioritas kita adalah memilih jenis media yang murah, lebih praktis dan yang telah tersedia di sekitar kita.



Kesimpulan
Dari pembahasan makalah diatas dapat disimpulkan :
1. Sebagai disiplin, desain pembelajaran membahas berbagai penelitian dan teori tentang strategi serta proses pengembangan pembelajaran dan pelaksanaannya. Sebagai ilmu, desain pembelajaran merupakan ilmu untuk menciptakan spesifikasi pengembangan, pelaksanaan, penilaian, serta pengelolaan situasiyang memberikan fasilitas pelayanan pembelajaran dalam skala makrodan mikro untuk berbagai mata pelajaran pada berbagai tingkatankompleksitas. Sebagai sistem, desain pembelajaran merupakan pengembangan sistem pembelajaran dan sistem pelaksanaannya termasuk sarana serta prosedur untuk meningkatkan mutu belaja
2. Komponen utama dari desain pembelajaran adalah: pembelajar,tujuan pembelajaran,analisis pembelajaran,strategi pembelajaran,bahan ajar,dan penilaian belajar.
3. Model pembelajaran yaitu : model Dick and carey,Model Kemp,Model ASSURE,Model ADDIE,dan Model Hanafin and Peck
4. Kriteria pemilihan media : adanya tujuan,sasaran didik,karakteristik media yang bersangkutan,waktu, biaya,ketersediaan,konteks penggunaannya.

Saran
1. Ada lima model pembelajaran yang kita ketahui ,tetapi kita harus memilih salah satu sesuai dengan karakteristik pembelajaran kita.
2. Untuk mendesain pembelajaran kita harus memperhatikan komponen utama pembelajaran.
3. Dalam menentukan pemilihan media yang akan kita gunakan dalam prose belajar mengajar kita harus menentukan tujuan pembelajaran,sasaran didik,karakteristik media yang bersangkutan,waktu, biaya,ketersediaan,konteks penggunaannya.











DAFTAR PUSTAKA

ADDIE Instructional Design Model.
http://itsinfo.tamu.edu/workshops/handouts/pdf_handouts/addie.pdf,diakses 12 april 2010

Braxton, S. (2003). General Instructional Design Phases.
http://www.futureu.com/publications/braxton/general_phases.html diakses 12 April 2010.

Choirullah. 2009. Penerapan Pemilihan Media Pembelajaran. Novel Afnan Blogspot, (online), (http://novel-afnan.blogspot.com/2009/05/penerapan-pemilihan-media-pembelajaran.html, diakses 11 April 2010

Rahadi, Aristo. 2008. Bagaimana Memilih Media Pembelajaran : Aristo Rahadi Blog, (online), (http://aristorahadi.wordpress.com/, diakses 11 april 2010

Sharp, V. 2005. Computer education for teachers: Integrating technology into classroom teaching. New York: Mc Graw Hill

Sagala Syaiful. 2005. Konsep dan Makna Pembelajaran.Bandung : Alfabeta

Sulaiman, Dadang. 1988. Teknologi/Metodologi Pengajaran. Jakarta P2LPTK Ditjen Dikti.

Sastrawijaya, Tresna.1988. Proses Belajar Mengajar di Perguruan Tinggi. Jakarta: P2LPTK . Depdikbud

Wijaya, Cece.dkk.1988. Upaya Pembaharuan Dalam Pendidikan. Bandung Remadja Karya.

Kamis, 05 Agustus 2010

INFRASTRUKTUR ICT DALAM PENDIDIKAN

Oleh : Sunardi

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Saat ini berbagai insitusi di tanah air sedang terus mengembangkan implementasi teknologi informasi dan komunikasi yang bahasa trend nya kita kenal dengan ICT. Dengan semakin cepat berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi maka semakin cepat usang pula pengetahuan dan teknologi yang kita miliki. Untuk mengimbanginya harus selalu dilakukan Updating dan Upgrading pada beberapa sisi, mulai dari managemen, human resources, sistem kerja organisisasi, sarana dan prasarana pendukung, pendanaan, dan hal-hal lain yang berkaitan erat dengannya.

ICT-Information Communication Technology hanyalah sebagai salah satu bagian dari sistem informasi. ICT hanyalah sebagai landasan infrastruktur teknologi yang meliputi hardware, software dan jaringan komunikasi untuk mengambil, mengumpulkan, memproses, dan memberikan output berbentuk content digital. Lebih lanjutnya informasi tersebut didesiminasikan melalui jaringan transmisi data dengan menggunakan berbagai macam jenis peralatan komunikasi (jaringan komputer) baik untuk kebutuhan internal (Intranet) maupun untuk kebutuhan publikasi umum (Internet).

Menerapkan system informasi selain membutuhkan dukungan ICT tentunya juga membutuhkan Isi (Content), Prosedur (Procedure), dan Peranan SDM (Role) yang semuanya akan menuju satu kesatuan dari kebutuhan yang diharapkan intitusi (Gambar 1). Tanpa adanya proses informasi yang efektif maka institusi tersebut akan tidak dapat mengendalikan lingkungan sekitarnya. Mengelola ICT adalah merupakan pekerjaan yang sangat complex dan pada akhirnya konsekuensinya adalah mahal. Kuncinya adalah pentingnya mencari keseimbangan antara keuntungan yang diberikan dari investasi ICT lebih besar daripada biaya yang harus dikeluarkan.

Sebagaimana telah kami uraikan pada bagian pendahuluan bahwa system informasi merupakan seluruh kesatuan proses mulai dari operator sampai dengan managemen puncak, mulai dari teknis pengelolaan ICT yang kita kenal dengan Transaction Processing System (TPS), Sistem Pengambilan Keputusan atau Decission Support System (DSS) , Sistem Informasi untuk Managemen dengan istilah lain (Management Information System), sampai dengan Sistem Pendukung para kalangan Executive atau Executive Support System (ESS).

Secara singkat dapat kami tuliskan bahwa system informasi bukan hanya dikelola oleh para operator computer saja tetapi juga memerlukan peran serta dari para staf teknis dan profesional ICT, supervisor, para mid-level manager, dan juga para Executive Managers.

Semakin keatas maka pekerjaan teknis semakin kecil tetapi nilai dari informasi yang dimilikinya semakin tinggi dan hal ini akan dicapai apabila level-level dibawahnya dapat mengerjakan proses-proses yang dibebankan kepadanya dengan baik, efektif, dan efisien. Dengan kata lain semua input yang diberikan atau dientrikan oleh para operator menggunakan ICT, prosedur dan aturan yang berlaku dapat diproses dengan baik sehingga seluruh cotent digital dalam suatu intitusi dapat menghasilkan informasi yang sesuai dengan kebutuhan managemen.

PEMBAHASAN

A.Implementasi ICT di lembaga Pendidikan

Proses operasi dari suatu lembaga atau institusi pendidikan dalam mengimplementasikan ICT dapat kita kategorikan kedalam beberapa aktifitas utama yang diuraikan sebagai berikut :
1.Proses Penerimaan
a.Implementasi ICT untuk pendaftaran siswa
b.Implementasi ICT dalam proses seleksi siswa
c.Implementasi ICT untuk pengumuman siswa yang diterima
d.Implementasi ICT untuk proses pendaftaran
2.Proses Belajar Mengajar
a.e-Learning
b.Multimedia
c.e-Library, e-Books, e-Journal, etc.
d.Virtual Laboratory
3.Proses Penelitian
a.Implementasi ICT untuk pencarian data dan informasi penelitian
b.Implementasi ICT untuk pengolahan data dan informasi penelitian
c.Implementasi ICT unutk penyebarluasan hasil penelitian
4.Proses Pengabdian Kepada Masyarakat
a.Hasil karya institusi yang dapat dipergunakan oleh masyarakat luas di desiminasi melalui implementasi ICT
b.GIS untuk membantu proses dalam menganalisa keadaan suatu daerah, dll.
5.Proses Berorganisasi dan Beraktifitas
a.Intitution Messaging System
b.On line Scheduling
c.Internet Radio
d.Internet TV
6.Proses Administrasi
a.Office Automation System
b.TPS, DSS, ESS, etc.
c.Enterprise Resources Planning System
d.Business Intelligence System

Salah satu hal yang tidak boleh dilupakan selain infrastruktur ICT dalam form survey tersebut adalah sebagaimana yang diuraikan pada Gambar 1 di atas, atara lain adalah sebagai berikut :
1.Purpose, yaitu tujuan dari Implementasi ICT di institusi tersebut
2.Procedur, yaitu segala bentuk aturan yang dibentuk untuk mengendalikan penerapannya
3.Roles, yaitu peranan dari setiap elemen yang berkaitan erat terhadap berjalannya implementasi ICT di intitusi tersebut
4.Content, yaitu isi atau segala sesuatu yang akan berjalan dalam sistem berbasis ICT tersebut antara lain Text, Gambar, Suara, dan Video.
5.ICT , yaitu Infrastruktur Teknologi Informasi dan Komunikasi yang diterapkan di lingkungan intitusi tersebut.

B.Infrastruktur Dasar ICT Untuk Lembaga Pendidikan.

Rancangan Platform Infrastruktur ICT yang harus dimiliki oleh lembaga/institusi pendidikan agar mampu memberikan pelayanan digital secara PRIMA adalah sebagai berikut :

1.Software dan Hardware
Beberapa peralatan (hardware) serta aplikasi (software) yang berjalan didalamnya tentu merupakan kebutuhan utama yang harus dimiliki terlebih dahulu. Hardware tersebut banyak sekali jenis dan peruntukkannya mulai dari computer (PC) untuk membuat berbagai macam aplikasi (PC development), computer dengan kapasitas besar dan kualitas tinggi (server) untuk diinstalkan aplikasi yang telah dibangun yang mampu melayani permintaan (request) dari seluruh computer user (PCs client) yang mengakses ke computer tersebut, computer untuk melatih seluruh calon operator/user yang akan menggunakan aplikasi tersebut (PCs Training).

Secara detail kami kategorikan hardware yang dipergunakan dilingkungan insitusi pendidikan tersebut sebagai berikut :
1.Personal Computer (PC).
a.Administrasi
b.Training
c.Developer
d.Research
e.Public Access
f.Mobile
2.Server
a.Internal Application
b.Eksternal Application
c.Networking Support
d.Mail
e.Database
f.Data Centre
g.Mirroring
h.Back Up
3.Networking
a.Router
b.Hub or Switch Hub
c.Cabling (COAX, U/STP, FO)
d. Wireless LAN equipment
e.Load Balancer
f.Bandwidth Limiter and Controlling
g.Modem
h.Other DCE – DTE equipment
i.Trouble shooting equipment
j.Other network equipment
4.Multimedia
a.LCD Projector
b.Scanner
c.OCR
d.Digital Camera
e.TV with RGB input
f.Plasma
g.Conference equipment
h.Etc.
5.Supporting
a.Storage Area Network
b.Backup Storage
c.UPS
d.Automatic Genset

Selain hardware tersebut diatas tentunya kita pun harus memiliki aplikasi yang dapat digunakan sebagai pengumpul data, pemroses secara otomatis, dan juga dapat menghasilkan laporan sesuai dengan format yang diinginkan. Salah satu aplikasi yang tidak kalah pentingnya adalah homepage. Aplikasi ini sudah menjadi keharusan untuk dimiliki oleh setiap institusi. Selain aplikasi tersebut tentunya ada beberapa software/aplikasi yang harus dimiliki oleh setiap institusi dalam mengimplementasikan ICT, antara lain :
1.Operating System Platform
•Windows
•Unix
•Linux
2.Support System
•Office automation : Word, Data, Image processing
•Transaction Processing System
•Management Information System
•Communication and Collaboration System
•Document Management System
•Integrated Support System :
-Decision Support System
-Executive Support System
-Groups Support System
-Expert System
•Knowledge Work System
•Data Warehouse
•Business Intelligence
•Mobile Computing System
3.Web Base System
•Internet
•Intranet
•Extranet
4.Networking
• DNS, Lokal DNS
• Proxy
• Firewall
• Monitoring

2.Telecommunication and Networking
Data dan informasi yang akan, sedang dan sudah dibangun tentunya membutuhkan media jaringan elektronik. Berbagai macam aplikasi dan teknologi saat ini telah dapat diintegrasikan dalam suatu jaringan elektronik yang menghubungkan seluruh entitas di dalam organisasi bahkan juga pada beberapa kondisi membutuhkan konektifitas dengan organisasi di luar organisasi itu sendiri. Salah satu bentuk nyata dari hal tersebut adalah dengan semakin meluasnya aplikasi dan informasi yang diberikan melalui jaringan global yang kita kenal dengan internet.

Infrastruktur jaringan elektronik ini dapat kita uraikan sebagai berikut :
1.Topologi
2.Media
a.Cable
b.Wireless
c.Satelite
3.Provider
a.ISP = ……..MBps
b.NAP = ……..MBps
4.Outsourcing
a.Hosting
b.Collocation
c.Mirroring
5.Services
a.VoIP
b.Hotspot
c.VPN
6.Maintenance
a.Basic Network Tools
b.Error Detection Tools

C.Infrastruktur E-Learning.

Keberhasilan pemanfaatan E-Learning environment yang terintegrasi tidak lepas dari

berbagai aspek seperti tools teknologi informasi yang digunakan, desain content, metode serta

perilaku belajar-mengajar mahasiswa maupun dosen dan lain-lain.

Persoalan utama yang sering dihadapi oleh setiap universitas pada saat akan

mengembangkan e-Learning adalah keterbatasan Bandwidth serta biaya operasional yang sangat

tinggi, sehingga sampai hari ini hanya beberapa universitas besar saja di dunia yang mampu

mengimpemntasikannya secara maksimal, seperti kerjasama e-leraning antara MIT dengan

Singapore National University dalam program Twin Graduate mereka, dengan teknologi

Teleconference. Barangkali kita masih ingat pada saat Presiden RI menyelenggarakan Sidang

Kabinet dengan teknologi Teleconference, menghabiskan biaya ratusan juta Rupiah, bagaimana

jika teknologi ini dimpelemtasikan dalam e-learning?

Dalam penggunaan Bandwidth, terutama untuk aplikasi multicasting untuk kebutuhan

teleconference adalah salah satu hambatan dalam membangun e-learning, berikut adalah ilustrasi

penggunaan bandwidth untuk masing-masing aplikasi e-learning


Infrastruktur yang mendukung di dalam kampus sendiri juga harus memadai, karena

kebutuhan bandwith yang besar, dengan kecepatan transfer data yang tinggi, jelas menuntut

ketersediaan infrastruktur yang reliabel (High Speed Networking).

Beberapa infrastruktur yang harus tersedia dalam membangun e-learning system antara lain

1. Infrastruktur untuk konversi data video analog ke video digital

Infrastruktur ini digunakan untuk proses akuisisi data video untuk di multicasting-kan ke

dalam jaringan


2. Infrastruktur sistem untuk impelementasi buffer display

Perangkat inii dibutuhkan pada saat data video disalurkan melalui jaringan, maka

kemmungkina munculnya lossless data kan besar, maka untuk memperbaiki lossless

tersebut dibuthkan perangkat tambahan, untuk meminimalisai efek latensi dan jitter pada

saat data ditransmisikan


3. Pola pengiriman data video, karena pola ini menetukan dukungan infrastruktur yang harus

digunakan. Dalam pola aliran data video ini, dapat digunakan tiga metoda, antara lain :

a. Pola Point to Multipoint Bidirectional Application

Pola point to Multipoint Bidirectional Application digunakan untuk mendukung

proses pembelajaran real-time jarak jauh dengan memanfaatkan bandwidth

teleconference, dimana setiap client mempunyai peranan yang sama. Dalam hal ini

terjadi interaksi secara langsung antara pengajar deengan mahasiswa, dan

komunikasi data video berlangsung dalam dua arah (bidirectional)


b. Pola Point to Multipoint Unidirectional Application

Pola point to Multipoint unidirectional application dimafaatkan untuk proses

pembelajaran yang tidak mengundang interkasi langsung antara dosen dengan

mahasiswa, dalam hal ini aliran data video berjalan satu arah saja (unidirectional).

Pada Implementasinya data video yang telah didigitalisasi disimpan di dalam sebuah

server, yang kemudian akan didistribusikan pada jaringan pada saat perkuliahan akan

dilaksanakan, dan mahasiswa dapat mengakses data ini melalui desktop masingmasing.


c. Pola Point to Point Unidorectional Apllication

Pola ini adalah pola yang sering digunakan dalam proses pembelajaran jarak jauh

(distance learning), dimana komunikasi data video dilakukan secara point ot point

dari server ke client, kemudian dari client ini di displaykan kepada mahasiswa yang

ditempatkan dalam satu ruangan presentasi video. Dalam hal ini perkuliahan

berlangsung secara pasif, tanpa adanya interaksi langsung antara mahasiswa dengan

dosennya.



Di Indonesia, e-learning yang berkembang baru hanya sebatas transfer ”e-learning

content”, sehingga komunikasi berlangsung satu arah, dimana mahasiswa dapat mendownload

materi kuliah melalui situs masing-masing universitas, karena masih tingginya biaya operasional

untuk aplikasi komunikasi data video.


PENUTUP

A.Kesimpulan.

1. ICT-Information Communication Technology hanyalah sebagai salah satu bagian dari sistem informasi. ICT hanyalah sebagai landasan infrastruktur teknologi yang meliputi hardware, software dan jaringan komunikasi untuk mengambil, mengumpulkan, memproses, dan memberikan output berbentuk content digital

2.Proses operasi dari suatu lembaga atau institusi pendidikan dalam mengimplementasikan ICT dapat kita kategorikan kedalam beberapa aktifitas utama yang diuraikan sebagai berikut :
1.Proses Penerimaan

2.Proses Belajar Mengajar

3.Proses Penelitian

5.Proses Berorganisasi dan Beraktifitas

6.Proses Administrasi

3. Rancangan Platform Infrastruktur ICT yang harus dimiliki oleh institusi pendidikan agar mampu memberikan pelayanan digital secara prima adalah dengan sofware dan hardware

A.Saran

Hendaknya pemerintah baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah agar melengkapi infrastruktur ICT semua institusi pendidikan diseluruh Indonesia agar semua siswa dapat menikmati kemajuan ilmu dan teknologi dan khususnya teknologi informasi dan komunikasi.

Referensi :

Baisoetii. (1998). Komputer dan Pendidikan. Yogyakarta.

Daniel, Jos (1986). Belajar dan Pembelajaran, Jakarta : Rineka Cipta.

Djamarah, Syaiful B dan Zain, Aswan. (2002) Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : Rineka Cipta.

eddynurmanto.unpad.ac.id/?p=7diakses tgl 4Februari 2010

Hasbullah, 2003. Dasar-dasar Ilmu Pendidikan, PT. Raja Grafindo Persada.

Hamalik, Oemar (1986). Media Pendidikan.Bandung : Penerbit Alumni

Oetomo, B.S.D dan Priyogutomo, Jarot. 2004. Kajian Terhadap Model e-Media dalam

Sadiman, Arif, dkk. (1986). Media Pendidikan, Pengertian, pengembangan dan

pemanfaatannya. Jakarta : Rajawali Press.

Slameto (1988) Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi, Rineka, Cipta, Jakarta

Suleiman, A.Hamzah. (1985). Media Audio-Visual. Jakarta : Penerbit Gramedia

Surendro, Kridanto. 2004. Pengembangan Aplikasi Learning Content Management System untuk

Syah, Muhibbin. (2002). Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung : Rosda karya

Utomo, Junaidi. 2001. Dampak Internet Terhadap Pendidikan : Transformasi atau Evolusi,