Kamis, 28 Januari 2010

Peran E-Learning dan Kekuatan ICT dalam Pendidikan

BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Globalisasi adalah satu kata yang mungkin paling banyak dibicarakan orang selama sepuluh tahun terakhir ini dengan pemahaman makna yang beragam. Namun apa yang dipahami dengan istilah globalisasi akhirnya membawa kesadaran bagi manusia bahwa semua penghuni planet ini saling terkait dan tidak bisa dipisahkan begitu saja satu sama lain walau ada rentang jarak yang secara fisik membentang, dunia dipandang sebagai satu kesatuan dimana semua manusaia dimuka bumi ini terhubung satu sama lain dalam jaring – jaring kepentingan yang amat luas. Salah satu isu yang paling tren dalam istilah globalisasi adalah Teknologi Informasi dan Komunikasi.
Kemajuan Teknologi Informasi dan Komunikasi yang sedemikian pesat membuat dunia seakan semakin kecil dan ruang seakan menjadi tak berjarak lagi. Cara pandang terhadap dunia pun sudah berubah. Teknologi informasi dalam perubahan cara pandang itu telah menjadi ujung tombak berbagai perubahan lainyang dirasakan manusia dimuka bumi ini. Namun, perubahan macam apa yang diciptakan dan kearah mana perubahan itu berjalan? Siapa yang diuntungkan dan siapa pula yang dirugikan?
Dulu mungkin kita berpikir bahwa kegiatan belajar mengajar harus dalam ruang kelas. Dengan kondisi dimana dosen mengajar di depan kelas sambil sesekali menulis materi pelajaran di papan tulis. Beberapa puluh tahun yang lalu pun juga telah dikenal pendidikan jarak jauh. Di Indonesia dengan Universitas Terbuka dengan mahasiswanya dari seluruh pelosok Indonesia.Walaupun dengan mekanisme yang boleh dibilang cukup ‘sederhana’ untuk ukuran sekarang. Namun saat itu metode tersebut sudah dapat membantu orang-orang untuk mengenyam pendidikan tanpa terhalang kendala geografis.
Kita akui, sejak ditemukannya teknologi Internet, hampir ‘segalanya’ menjadi mungkin. Kini kita dapat belajar tak hanya kapan saja, tetapi sekaligus dimana saja dengan fasilitas sistem e-Learning yang ada.
Beberapa istilah yang seringkali dikaitkan dengan e-Learning adalah Distance Learning dan Distance Education. Tak jarang terjadi tumpang tindih dalam penggunaan istilah tersebut. Istilah Distance Learning dan Distance Education sebenarnya lebih menekankan pada adanya perbedaan jarak antara pengajar dan pemelajar. Distance Learning merupakan metode penyampaian instruksional yang tidak mengharuskan siswa untuk hadir secara fisik pada tempat yang sama dengan pengajar (Ornager, UNESCO, 2003). Distance Education, yaitu model atau program pemelajaran dimana siswa berada di rumah atau kantor dan berkomunikasi dengan pengajar maupun dengan sesama siswa melalui e-mail, forum diskusi elektronik, video-conference, serta bentuk komunikasi lain yang berbasis komputer (Webopedia, 2003).
E-Learning adalah istilah yang paling umum digunakan, yaitu proses belajar yang difasilitasi dan didukung melalui pemanfaatan TIK (Martin Jenkins & Janet Hanson, Generic Center, 2003). Istilah e-Learning tidak hanya hanya dapat digunakan untuk pemelajaran yang menggunakan variabel jarak atau perbedaan geografis antara siswa dan pengajar, namun dapat pula digunakan untuk menyebut proses pemelajaran yang menggunakan setiap bentuk media elektronik.
B.Pembatasan Masalah.
Mengingat terlalu luasnya permasalahan tentang pembelajaran E-learning dalam makalah ini kami hanya akan membahas masalah pembelajaran dengan E-learning dan kekuatan ICT dalam pendidikan.
C..Rumusan Masalah.
Adapun rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah :
1.Apa yang dimaksud dengan E-Learning.
2.Apa mamfaat dari E-learning.
3.Bagaimana menyiapkan program E-learning secara optimal.
4.Bagaimana kekuatan ICT Dalam pendidikan.

D.Tujuan Pembahasan.
Tujuan pembahasan dari makalah ini adalah;
1.Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan E-learning.
2.Untuk mengetahui mamfaat dari e-learning.
3.Untuk mengetahui bagaimana menyiapkan program E-learning secara optimal.
4.Untuk mengetahui kekuatan ICT dalam Pendidikan.
E.Mamfaat Pembahasan.
Dengan diketahuinya pembelajaran dengan E-learning dan kekuatan ICT dalam pendidikan diharapkan kepada seluruh tenaga pengajar baik dosen,widyaiswara,instructor,maupun guru untuk proaktif mempelajari bagaimana membuat bahan ajar/modul dengan system e-learning dan bagaimana cara memamfaatkan kemajuan ICT bagi kemajuan pendidikan di Indonesia.









BAB II
PEMBAHASAN
A.Pengertian Elearning
Salah satu kosa kata yang populer dan muncul bersamaan dengan hadirnya TIK dalam dunia pembelajaran adalah elearning. Elearning merupakan kependekan dari elektronik learning. Secara generik elearning berarti belajar dengan menggunakan elektronik. Kata elektronik sendiri mengandung pengertian yang spesifik yakni komputer atau internet, sehinga elearning sering diartikan sebagai proses
belajar yang menggunakan komputer atau internet.

Sesungguhnya pengertian elearning sendiri mempunyai makna yang sangat luas dan masih dipersepsikan secara berbeda-beda. Pengertian elearning mencakup sebuah garis kontinum dari mulai menambahkan komputer dalam proses belajar sampai dengan pembelajaran berbasis web. Sebuah kelas yang dilengkapi dengan satu unit komputer untuk memutar sebuah CD pembelajaran interaktif, dalam batasan yang minimal telah dapat disebutkan bahwa kelas tersebut telah menerapkan elearning. Namun menurut batasan UNESCO, elearning paling tidak harus didukung oleh sejumlah syarat-syarat yang harus dipenuhi, yaitu mencakup; ketersediaan software bahan belajar berbasis TIK, ketersediaan software aplikasi untuk menjalankan pengelolaan proses pembelajaran tersebut, adanya SDM guru dan tenaga penunjang yang menguasai TIK, adanya infrastruktur TIK, adanya akses internet, adanya dukungan training, riset, dukungan daya listrik, serta dukungan kebijakan pendayagunaan TIK untuk pembelajaran. Apabila elemen-elemen tersebut telah tersedia, maka program dan pengelolaan elearning akan dapat dijalankan.

Istilah e-Learning mengandung pengertian yang sangat luas, sehingga banyak pakar yang menguraikan tentang definisi e-Learning dari berbagai sudut pandang. Salah satu definisi yang cukup dapat diterima banyak pihak misalnya dari Darin E. Hartley [Hartley, 2001] yang menyatakan:
e-Learning merupakan suatu jenis belajar mengajar yang memungkinkan
tersampaikannya bahan ajar ke siswa dengan menggunakan media Internet, Intranet atau media jaringan komputer lain. LearnFrame.Com dalam Glossary of e-Learning Terms [Glossary, 2001] menyatakan suatu definisi yang lebih luas bahwa:
e-Learning adalah sistem pendidikan yang menggunakan aplikasi elektronik untuk mendukung belajar mengajar dengan media Internet, jaringan komputer,maupun komputer standalone.
Definisi lain e-Learning dengan berbagai sudut pandang dapat dipelajari secara lengkap dari:
http://www.google.com/search?num=30&hl=en&lr=&ie=UTF-8&oe=UTF-8&q=define%3A%20e-learning
Dari puluhan atau bahkan ratusan definisi yang muncul dapat kita simpulkan bahwa sistem atau konsep pendidikan yang memanfaatkan teknologi informasi dalam proses belajar mengajar dapat disebut sebagai suatu e-Learning.

Mana Yang Benar “elearning” atau “e-learning” ?
Sebenarnya kita tidak perlu mendikotomikan perbedaan penggunaan kata-kata diatas. Bagaimanapunjuga, apabila ingin mencoba menganalisa, fenomenanya sedikit mirip dengan kata“email” dan“e-mail”. Sampai tahun 1998 hampir semua orang menggunakan istilah “e-learning” (dengan tanda hubung). Cisco menggunakan istilah “e-learning” dan SmartForce menggunakan terminologi“e-Learning Company”.
Setelah mulai matang dan banyak dikenal, tanda hubung mulai tidak digunakan. Sehinggadigunakanlah istilah “elearning” atau “eLearning” (tanpa tanda hubung). Microsoft menggunakanistilah “eLearn” demikian juga dengan beberapa vendor lain.
Saat ini pemakaian kata “e-learning” (dengan tanda hubung) masih lebih banyak daripada elearning(tanpa tanda hubung). Mesin pencari google.com membuktikan fakta ini seperti di bawah:
• 4.150.000 hasil untuk pencarian dengan kata “elearning” (tanpa tanda hubung)
• 6.340.000 hasil untuk pencarian dengan kata “e-learning” (dengan tanda hubung)
Setelah itu beberapa variasi kata berkembang dengan penggunaan huruf kapital atau huruf kecil untuk “L”.Hakektnya tidak ada yang salah atau yang benar, karena kedua kata tersebut dapat digunakan sebagai terminologi yang benar. Pada makalah ini akan digunakan kata e-Learning untuk penyeragaman.

Menurut Allan J. Henderson, e-learning adalah pembelajaran jarak jauh yang menggunakan teknologi komputer, atau biasanya Internet (The e-learning Question and Answer Book, 2003). Henderson menambahkan juga bahwa e-learning memungkinkan pembelajar untuk belajar melalui komputer di tempat mereka masing-masing tanpa harus secara fisik pergi mengikuti pelajaran di kelas. William Horton menjelaskan bahwa e-learning merupakan pembelajaran berbasis web (yang bisa diakses dari Internet).
Pembelajaran jarak jauh. E-learning memungkinkan pembelajar untuk menimba ilmu tanpa harus secara fisik menghadiri kelas. Pembelajar bisa saja berada di Jakarta, sementara “instruktur” dan pelajaran yang diikuti berada di kota lain bahkan di negara lain. Namun, interaksi masih bisa dijalankan secara langsung ataupun dengan jeda waktu beberapa saat. Jadi, pembelajar bisa belajar dari komputer di kantor ataupun di rumah yang terkoneksi dengan Internet, sedangkan materi belajar dikelola oleh sebuah perusahaan di Amerika Serikat, di Jepang ataupun di Inggris. Dengan cara ini, pembelajar bisa mengatur sendiri waktu belajar, dan tempat ia mengakses ilmu yang dipelajari. Jika, pembelajaran ditunjang oleh perusahaan, maka si pembelajar bisa mengakses modul yang dipelajarinya dengan mengkoordinasikan waktu ia belajar dan waktu ia bekerja. Misalnya, jika pada pagi hari sampai siang hari, ia dituntut untuk menyelesaikan pekerjaannya di kantor, maka ia bisa menyisihkan waktu di sore hari menjelang pulang untuk belajar. Tugas-tugas yang sehubungan dengan e-learning yang ditekuni pun bisa disesuaikan waktu pengerjaannya dengan kesibukan pembelajar.
Pembelajaran dengan menggunakan media elektronik. E-learning, seperti juga namanya “Electronic Learning” disampaikan dengan menggunakan media elektronik yang terhubung dengan Internet (world wide web yang menghubungkan semua unit komputer di seluruh dunia yang terkoneksi dengan Internet) dan Intranet (jaringan yang bisa menghubungkan semua unit komputer dalam sebuah perusahaan). Jika Anda memiliki komputer yang terkoneksi dengan Internet, Anda sudah bisa berpartisipasi dalam e-learning. Dengan cara ini, jumlah pembelajar yang bisa ikut berpartisipasi bisa jauh lebih besar dari pada cara belajar secara konvensional di ruang kelas (jumlah siswa tidak terbatas pada besarnya ruang kelas). Teknologi ini juga memungkinkan penyampaian pelajaran dengan kualitas yang relatif lebih standar dari pada pembelajaran di kelas yang tergantung pada “mood” dan kondisi fisik dari instruktur. Dalam e-learning, modul-modul yang sama (informasi, penampilan, dan kualitas pembelajaran) bisa diakses dalam bentuk yang sama oleh semua siswa yang mengaksesnya, sedangkan dalam pembelajaran konvensional di kelas, karena alasan kesehatan atau masalah pribadi, satu instruktur pun bisa memberikan pelajaran di beberapa kelas dengan kualitas yang berbeda.
E-learning dalam arti luas bisa mencakup pembelajaran yang dilakukan di media elektronik (internet) baik secara formal maupun informal. E-learning secara formal, misalnya adalah pembelajaran dengan kurikulum, silabus, mata pelajaran dan tes yang telah diatur dan disusun berdasarkan jadwal yang telah disepakati pihak-pihak terkait (pengelola e-learning dan pembelajar sendiri). Pembelajaran seperti ini biasanya tingkat interaksinya tinggi dan diwajibkan oleh perusahaan pada karyawannya, atau pembelajaran jarak jauh yang dikelola oleh universitas dan perusahaan-perusahaan (biasanya perusahan konsultan) yang memang bergerak di bidang penyediaan jasa e-learning untuk umum. E-learning bisa juga dilakukan secara informal dengan interaksi yang lebih sederhana, misalnya melalui sarana mailing list, e-newsletter atau website pribadi, organisasi dan perusahaan yang ingin mensosialisasikan jasa, program, pengetahuan atau keterampilan tertentu pada masyarakat luas (biasanya tanpa memungut biaya).
Pembelajaran yang di tunjang oleh para ahli di bidang masing-masing. Walaupun sepertinya e-learning diberikan melalui komputer (yang adalah benda mati), e-learning ternyata disiapkan, ditunjang, dikelola dan “dihidupkan” oleh tim yang terdiri dari para ahli di bidang masing-masing, yaitu: Subject Matter Expert (SME), Instructional Designer (ID), Graphic Designer (GD) dan para ahli di bidang Learning Management System (LMS). SME merupakan nara sumber dari pelatihan yang disampaikan. ID bertugas untuk secara sistematis mendesain materi dari SME menjadi materi e-learning dengan memasukkan unsur metode pengajaran agar materi menjadi lebih interaktif, lebih mudah dan lebih menarik untuk dipelajari. GD mengubah materi text menjadi bentuk grafis dengan gambar, warna, dan layout yang enak dipandang, efektif dan menarik untuk dipelajari. Para ahli di bidang LMS mengelola sistem di website yang mengatur lalu lintas interaksi antara instruktur dengan siswa, antarsiswa dengan siswa lainnya. Di sini, pembelajar bisa melihat modul-modul yang ditawarkan, bisa mengambil tugas-tugas dan test-test yang harus dikerjakan, serta melihat jadwal diskusi secara maya dengan instruktur, nara sumber lain, dan pembelajar lain. Melalui LMS ini, siswa juga bisa melihat nilai tugas dan test serta peringkatnya berdasarkan nilai (tugas ataupun test) yang diperoleh. Jadi, e-learning tidak diberikan semata-mata oleh mesin, tetapi seperti juga pembelajaran secara konvensional di kelas, e-learning ditunjang oleh para ahli di berbagai bidang terkait.
B. Manfaat E-learning .
Semakin banyak perusahaan dan individu yang memanfaatkan e-learning sebagai sarana untuk pelatihan dan pendidikan karena mereka melihat berbagai manfaat yang ditawarkan oleh pembelajaran berbasis web ini. Dari berbagai komentar yang dilontarkan, ada tiga persamaan dalam hal manfaat yang bisa dinikmati dari e-learning.
1.Fleksibilitas.
Jika pembelajaran konvensional di kelas mengharuskan siswa untuk hadir di kelas pada jam-jam tertentu (seringkali jam ini bentrok dengan kegiatan rutin siswa), maka e-learning memberikan fleksibilitas dalam memilih waktu dan tempat untuk mengakses pelajaran. Siswa tidak perlu mengadakan perjalanan menuju tempat pelajaran disampaikan, e-learning bisa diakses dari mana saja yang memiliki akses ke Internet. Bahkan, dengan berkembangnya mobile technology (dengan palmtop, bahkan telepon selular jenis tertentu), semakin mudah mengakses e-learning. Berbagai tempat juga sudah menyediakan sambungan internet gratis (di bandara internasional dan cafe-cafe tertentu), dengan demikian dalam perjalanan pun atau pada waktu istirahat makan siang sambil menunggu hidangan disajikan, Anda bisa memanfaatkan waktu untuk mengakses e-learning.
2.Independent Learning.
E-learning memberikan kesempatan bagi pembelajar untuk memegang kendali atas kesuksesan belajar masing-masing, artinya pembelajar diberi kebebasan untuk menentukan kapan akan mulai, kapan akan menyelesaikan, dan bagian mana dalam satu modul yang ingin dipelajarinya terlebih dulu. Ia bisa mulai dari topik-topik ataupun halaman yang menarik minatnya terlebih dulu, ataupun bisa melewati saja bagian yang ia anggap sudah ia kuasai. Jika ia mengalami kesulitan untuk memahami suatu bagian, ia bisa mengulang-ulang lagi sampai ia merasa mampu memahami. Seandainya, setelah diulang masih ada hal yang belum ia pahami, pembelajar bisa menghubungi instruktur, nara sumber melalui email atau ikut dialog interaktif pada waktu-waktu tertentu. Jika ia tidak sempat mengikuti dialog interaktif, ia bisa membaca hasil diskusi di message board yang tersedia di LMS (di Website pengelola). Banyak orang yang merasa cara belajar independen seperti ini lebih efektif daripada cara belajar lainnya yang memaksakannya untuk belajar dengan urutan yang telah ditetapkan.
3.Biaya.
Banyak biaya yang bisa dihemat dari cara pembelajaran dengan e-learning. Biaya di sini tidak hanya dari segi finansial tetapi juga dari segi non-finansial. Secara finansial, biaya yang bisa dihemat, antara lain biaya transportasi ke tempat belajar dan akomodasi selama belajar (terutama jika tempat belajar berada di kota lain dan negara lain), biaya administrasi pengelolaan (misalnya: biaya gaji dan tunjangan selama pelatihan, biaya instruktur dan tenaga administrasi pengelola pelatihan, makanan selama pelatihan), penyediaan sarana dan fasilitas fisik untuk belajar (misalnya: penyewaan ataupun penyediaan kelas, kursi, papan tulis, LCD player, OHP). Dalam hal biaya finansial William Horton (Designing Web-Based Training, 2000) mengutip komentar beberapa perusahaan yang telah menikmati manfaat pengurangan biaya, antara lain: Buckman Laboratories berhasil mengurangi biaya pelatihan karyawan dari USD 2.4 juta menjadi USD 400,000; Aetna berhasil menghemat USD 3 juta untuk melatih 3000 karyawan; Hewlett-Packard bisa memotong biaya pelatihan bagi 700 insinyur mereka untuk produk-produk chip yang selalu diperbaharui, dari USD 7 juta menjadi USD 1.5 juta; Cisco mengurangi biaya pelatihan per karyawan dari USD 1200 - 1800 menjadi hanya USD 120 per orang. Biaya non-finansial yang bisa dihemat juga banyak, antara lain: produktivitas bisa dipertahankan bahkan diperbaiki karena pembelajar tidak harus meninggalkan pekerjaan yang sedang pada posisi sibuk untuk mengikuti pelatihan (jadwal pelatihan bisa diatur dan disebar dalam satu minggu ataupun satu bulan), daya saing juga bisa ditingkatkan karena karyawan bisa senantiasa meningkatkan pengetahuan dan keterampilan yang berkaitan dengan pekerjaannya, sementara bisa tetap melakukan pekerjaan rutinnya.


C.Menyiapkan program e-learning

Pengalaman menunjukan dalam menyiapkan program e-learning tidaklah sesulit dalam bayangan kita, asalkan kita memiliki kemauan dan komitmen yang kuat untuk menuju ke arah itu. Tanpa komitmen dan dukungan secara teknis maka program e-learning di sekolah tidak mungkin akan terealiasi. Ada tip tentang kunci sukses terealisasinya program e-learning, sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh (Bates, 2005) dalam journal of e-learning volume 5 tahun 2005, yakni adanya perencanaan dan leadership yang terarah dengan mempertimbangkan efektifitas dalam pembiayaan, integritas sistem teknologi serta kemampuan guru dalam mengadapsi perubahan model pembelajaran yang baru yang sudah barang tentu didukung kemampuan mencari bahan pembelajaran melalui internet serta mempersiapkan budaya belajar bagi siswa
.
Ada empat langkah dalam manajemen pengelolaan program e-learning yakni pertama menentukan strategi yang jelas tentang target audience, pembelajarannya, lokasi audience, ketersediannya infrastruktur, budget dan pengembalian investasi yang tidak hanya berupa uang tunai. Kedua menentukan peralatan misalnya hoste vs installed LMS dan Commercial or OS-LMS, ketiga adalah adanya hubungan dengan perusahan yang mengembangkan penelitian berkaitan dengan program e-learning yang dikembangkan di sekolah. Ke empat menyiapkan bahan-bahan yang akan dibutuhkan bersifat spesifik, usulan yang dapat diimplementasikan serta menyiapkan short response time. Kesemuanya itu, hendaknya perlu dipikirkan masak-masak dalam konteks investasi jangkapanjang.

D.Kekuatan ICT Dalam Pendidikan.
Information and Communication Technology (ICT) atau lebih dikenal
dengan istilah Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) adalah suatu
alat untuk mengelola data yang mempermudah dan mempercepat kita dalam
mendapatkan informasi dan berkomunikasi. Karena tidak dapat dipungkiri
bahwa kita sedang sudah memasuki masa dimana teknologi informasi
menjadi bagian yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Dewasa ini
informasi merupakan “komoditas primer” yang dibutuhkan orang, seiring
dengan semakin canggihnya teknologi informasi dan komunikasi, sehingga
lazim dikatakan peradaban pada masa ini merupakan peradaban masyarakat
informasi. Menurut Ziauddin Sardar, informasi bukan hanya kebutuhan,
melainkan juga dapat menjadi sumber kekuatan. Teknologi informasi dapat
menjadi alat terpenting untuk manipulasi dan alat kendali. Ternyata
memang, telah menjadi pendapat umum siapa yang menguasai informasi
dialah penguasa masa depan. Bahwa kekuatan baru masyarakat bukanlah
uang di tangan segelintir orang melainkan informasi ditangan banyak
orang (The newsource of power is not money in the hand of a few, but
information in the hand of many).
Wujud dari teknologi informasi yang banyak digunakan oleh manusia
saat ini diantaranya adalah komputer dan perangkat lainnya seperti
internet, jaringan, wireless, hardware dan software. Secara umum
komputer dan internet berfungsi sebagai alat untuk berkomunikasi dan
alat pengolahan informasi. Sebagai alat komunikasi internet menjadikan
dunia tiada batas (borderless) manusia di belahan dunia manapun dapat
berkomunikasi dengan mudah dan cepat, misalnya dengan chating dan mail.
Bahkan komunikasi langsung tatap muka dengan dunia yang berbedapun
sekarang bukan sesuatu yang aneh, misalnya dengan menggunakan
videoconference. Dengan teknologi computer, informasi menjadi
sedemikian mudah untuk diperoleh, enak untuk digunakan, mudah diproses
dan lebih efisien. Mengolah dokumen yang banyak menjadi mudah dengan
proses scaning, word processing hinggan pencetakan (printing). Dan
sangat membantu pula dalam dunia pendidikan.
Meskipun beberapa pihak yang terkait sudah cukup memahami betapa
pentingnya ICT atau TIK untuk pendidikan, akan tetapi di beberapa
daerah terpencil, fasilitas untuk pemanfaatan ICT sebagai penunjang
proses pembelajaran masih minim bahkan dapat dikatakan tidak memadai.
Hal ini ironis sekali, saat pendidikan Indonesia dituntut untuk dapat
mengikuti perkembangan pemanfaatan ICT di dunia. Akan tetapi hardware
yang merupakan modal utama dalam pemanfaatan ICT tidak memadai dan
belum sesuai dengan kebutuhan baik dalam jumlah maupun dalam
spesifikasi komputernya.
Karena fasilitas ICT yang timpang antara pusat dan daerah
mengakibatkan ketimpangan dalam penguasaan ICT untuk pendidikan. Ketika
di kota besar TIK telah dapat menjadikan ICT sebagai media pembelajaran
sedangkan di daerah pedesaan meskipun sudah menyadari pentingnya ICT
untuk pendidikan akan tetapi karena fasilitas ICT yang timpang itu
mengakibatkan seperti macan kehilangan giginya, daerah tidak dapat
berbuat banyak untuk mengembangkan iCT tanpa adanya infrastruktur yang
memadai.
Untuk mengatasi masalah ini, diharapkan antara pemerintah daerah,
pemerintah pusat serta LSM dalam negeri atau luar negeri yang terkait
dapat bekerja sama untuk menuntaskan buta ICT di daerah-daerah
terpencil.
BAB III
PENUTUP
A.KESIMPULAN.
1.Definisi yang menyangkut E. Learning sangat banyak dikemukakan oleh ahli multi media, namun yang lebih tepat adlah definisi yang dikemukakan oleh William Horton yang menyatakan bahwa E. Learning adalah pembelajaran berbasis Web yang bisa diakses melalui internet
2. Perlu diingat bahwa E. Learning hanyalah berupa media untuk mengatasi berbagai keterbatasan sumber artinya bahwa keberadaan E. Learning bukan serta merta masalah belajar dan pencapaian tujuan belajar akan meningkat
B.IMPLIKASI.
Yang terpenting dalam penyiapan program E. Learning bahwa pengembang desain mesti benar-benar memahami karakter perkembangan peserta didik , Silabus, dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran . tanpa ini maka inovasi pembelajaran E. Learning tidak lebih hanya bersifat busines on line.
C.SARAN.
1. Karena pola pikir siswa ( kita ) dewasa ini masih dominan bersifat mengejar prestise , maka disarankan evaluasi terhadap setiap topik pembelajaran dilaksanakan melalui tatap muka
2. Elaborasi materi untuk setiap kegiatan pembelajaran dan kesulitan belajar siswa memerlukan waktu tatap muka sehingga instruktur perlu merencanakan alokasi waktu yang efisien dan ini merupakan kelemahan utama E. Learning
3.Hendaknya pemerataan perangkat ICT didaerah-daerah supaya lebih dilengkapi lagi sehingga sekolah didaerah dapat mengikuti kemajuan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK)

Daftar Pustaka.
E Mulyasa. 2005. Menjadi Guru Profesional. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.
http://www.google.com/search?num=30&hl=en&lr=&ie=UTF-8&oe=UTF-8&q=define%3A%20e-learning,diakses tgl 18 Januari 2010
http://muhammadadri.wordpress.com, Pemanfaatan Teknologi Informasi
dalam Pengembangan MediaPembelajaran,diakses tgl 18 januari 2010
http://en.wikipedia.org/wiki/ E-learning,diakses tgl 19 Januari 2010.
Indrajit, Richardus Eko. 2002. Electronic Goverment. Yokyakarta : Penerbit Andi.
Mico Pardosi. 2001. Sistem Operasi Windows dan Internet Secara Cepat dan Mudah. Surabaya: Penerbit Indah.
Oemar Hamalik. 2003. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Keterkaitan Belajar,Sumber Belajar,dan Teknologi Pembelajaran

A.Latar Belakang Masalah.
Istilah sumber belajar sudah sering diperbincangkan terutama di lingkungan masyarakat kependidikan. Apabila setting-nya sekolah, berbicara mengenai sumber belajar, maka yang pertama-tama terlintas di dalam pemikiran adalah guru yang berperan sebagai sumber belajar bagi para peserta didiknya. Apabila sedikit agak lebih lama, maka yang terlintas berikutnya di alam pikiran kita adalah buku, baik itu buku pegangan guru maupun buku pegangan peserta didik. Guru menggunakan buku untuk membantu dirinya menyajikan materi pelajaran kepada segenap peserta didiknya.

Sehubungan dengan hal tersebut di atas, pertanyaan yang mungkin terlontar adalah apa yang terlintas di dalam benak kita kalau anak belajar di rumah? Demikian juga dengan anak yang sedang belajar di perpustakaan sekolah atau perpustakaan umum, apa yang segera muncul di dalam benak kita? Apa pula yang akan mencuat di dalam pikiran kita kalau dikatakan bahwa seorang atau sekelompok anak sedang belajar di warung internet, di depan sebuah televisi atau di sebuah taman? Masih banyak lagi setting yang dapat digunakan sebagai tempat belajar. Jika demikian, lantas apa yang terbersit di dalam pikiran kita setiap kita mendengar seseorang belajar dengan setting tertentu?

Teknologi Pembelajaran adalah studi dan etika praktek untuk memfasilitasi pembelajaran dan meningkatkan kinerja melalui penciptaan, penggunaan, dan pengaturan proses dan sumber daya teknologi. Studi. Pemahaman teoritis, sebagaimana dalam praktek teknologi pendidikan memerlukan konstruksi dan perbaikan pengetahuan yang berkelanjutan melalui penelitian dan refleksi praktek, yang tercakup dalam istilah studi. Etika Praktek. Mengacu kepada standard etika praktis sebagaimana didefinisikan oleh Komite Etika AECT mengenai apa yang harus dilakukan oleh praktisi Teknologi Pendidikan. Fasilitasi. Pergeseran paradigma kearah kepemilikan dan tanggung jawab pembelajar yang lebih besar telah merubah peran teknologi dari pengontrol menjadi pem-fasilitasi.. Pengertian pembelajaran saat ini sudah berubah dari beberapa puluh tahun yang lalu. Pembelajaran selain berkenaan dengan ingatan juga berkenaan dengan pemahaman.. Peningkatan berkenaan dengan perbaikan produk, yang menyebabkan pembelajaran lebih efektif, perubahan dalam kapabilitas, yang membawa dampak pada aplikasi dunia nyata.. Kinerja berkenaan dengan kesanggupan pembelajar untuk menggunakan dan mengaplikasikan kemampuan yang baru didapatkannya.
Berdasarkan definisi 1994, Teknologi Pembelajaran adalah ; Teori dan praktek dalam desain, pengembangan, pemanfaatan, pengelolaan dan penilaian proses dan sumber untuk belajar. Komponen definisinya adalah : teori dan praktek ; desain, pengembangan, pemanfaatan, pengelolaan, dan penilaian ; proses dan sumber ; untuk keperluan belajar

BAB II
PEMBAHASAN

A.Pengertian Belajar.

Menurut Skinner ( 1985 ) memberikan definisi belajar adalah “Learning is a process of progressive behavior adaption”. Yaitu bahwa belajar itu merupakan suatu proses adaptasi perilaku yang bersifat progresif.

Menurut Mc. Beach ( Lih Bugelski 1956 ) memberikan definisi mengenai belajar. “Learning is a change performance as a result of practice”. Ini berarti bahwa – bahwa belajar membawa perubahan dalam performance, dan perubahan itu sebagai akibat dari latihan ( practice ).

Menurut Morgan, dkk ( 1984 ) memberikan definisi mengenai belajar “Learning can be defined as any relatively permanent change in behavior which accurs as a result of practice or experience.” Yaitu bahwa perubahan perilaku itu sebagai akibat belajar karena latihan ( practice )atau karena pengalaman ( experience ).

Dalam bukunya Walker “Conditioning and instrumental learning” ( 1967 ). Belajar adalah perubahan perbuatan sebagai akibat dari pengalaman. Perubahan orang dapat memperoleh, baik kebiasaan – kebiasaan yang buruk maupun kebiasaan yang baik.

C.T. Morgan dalam introduction to psychology ( 1961 ). Belajar adalah suatu perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku sebagai akibat / hasil dari pengalaman yang lalu.

Seorang ahli psychology Shamrock dan Yunsen (1994) menyatakan bahwa Belajar adalah perubahan tingkah laku yang terjadi pada seseorang

Gagne berpendapat bahwa belajar adalah kegiatan yang kompleks. Jadi hasil belajar berupa kapabilitas sehingga setelah belajar orang memiliki keterampilan, pengetahuan, sikap, dan nilai. Dengan demikian belajar adalah seperangkat proses kognitif yang mengubah sifat stimulasi lingkungan, melewati pengolahan iinformasi, menjadi kapabilitas baru.

Piaget berpendapat bahwa belajar adalah sesuatu pengetahuan yang di bentuk oleh individu itu sendiri akibat dari interaksi terus – menerus dengan lingkungan masyarakat.

Roger berpandangan bahwa belajar di dunia pendidikan masih menitik beratkan pada segi pengajaran, bukan pada siswa yang belajar , hal ini di tandai oleh peran guru yang dominan dan siswa hanya menghafalkan pelajaran saja.

Jadi menurut kami belajar adalah proses dimana tingkah laku di timbulkan atau diubah melalui latihan atau pengalaman sehingga dapat memecahkan suatu permasalahan,

Kata kunci dari pengertian belajar :

1. perubahan

2. tingkah laku

3. pribadi

4. pengalaman

Karakteristik Belajar :

1. Perubahan tingkah laku yang terjadi harus bertujuan ( intensional ) disengaja,

disadari dan tidak terjadi secara kebetulan

2. Perubahan tingkah laku itu bersifat positip ,perubahan menjadi lebih baik sesuai

dengan yang dikehendaki

3. Perubahan tingkah laku itu harus benar-benar hasil pengalaman yaitu hasil interaksi

individu dengan lingkungan

4. Perubahan tingkah laku ( belajar ) harus bersifat efektif

Hal-hal yang bukan termasuk hasil belajar

1. Pembawaan yang dibawa sejak lahir ( insting ) dan gerak tanpa disadari ( reflek )

2. Kematangan (sesuatu peristiwa dalam pertumbuhan yang terjadi dengan sendirinya)

3. Keletihan atau perubahan karena hasil pengobatan

Belajar sebagai proses terpadu

1. Belajar dapat berfungsi secara penuh untuk membantu perkembangan individu

seutuhnya

2. Belajar sebagai proses pemerolehan pengalaman menempatkan individu sebagai

pusat segala-galanya

3. Belajar menuntut terciptanya suatu aktifitas yang memungkinkan adanya lebih

banyak melibatkan siswa secara aktif dan intensif

4. Belajar menempatkan individu pada posisi yang terhormat dalam suasana

kebersamaan di dalam penyelesaian persoalan yang dihadapi

5. Belajar mendorong setiap individu /siswa untuk terus menerus belajar

6. Belajar harus dapat memberikan kemungkinan seluas-luasnya unrtuk memilih

tugasnya sendiri dan bekerja berdasarkan standarnya sendiri

7. Belajar itu dapat berfungsi dan berperan secara efektif bila dapat diciptakan

lingkungan blajar secara total yang tidak hanya memberikan dukungan fasilitas

terhadap peningkatan pertumbuhan dan pengembangan salah satu aspek saja

melainkan semua aspek

8. Belajar memungkinkan pembelajaran bidang studi tidak harus dilakukan secara

terpisah, melainkan dilaksanakan secara terpadu

9. Belajar memungkinkan adanya hubungan antara sekolah dan keluarga

B. Sumber Belajar
1.Pengertian Sumber Belajar.

Pengajaran merupakan suatu proses sistemik yang meliputi banyak komponen. Salah satu komponen itu adalah sumber belajar. Dalam pengertian yang sederhana, sumber belajar (learning resources) adalah guru dan bahan-bahan pelajaran baik buku-buku bacaan atau semacamnya. Pengertian sumber belajar sesungguhnya tidak sesempit ini. Akan tetapi segala daya yang dapat dipergunakan untuk kepentingan proses pengajaran baik secara langsung maupun tidak langsung, diluar peserta didik (lingkungan) yang melengkapi diri mereka pada saat pengajaran berlangsung disebut sebagai sumber belajar.

Sumber belajar menurut Yusufhadi Miarso adalah segala sesuatu yang meliputi pesan, orang, bahan, alat, teknik, dan lingkungan, baik secara tersendiri maupun terkombinasikan dapat memungkinkan terjadinya belajar
Sedangkan Edgar Dale berpendapat bahwa, yang disebut sumber belajar adalah pengalaman. Pengalaman itui diklasifikasikan menurut jenjang tertentu, berbentuk kerucut pengalaman (cone of experience). Perjenjangan jenis-jenis pengalaman tersebut disusun dari yang kongkret sampai yang abstrak.
Bahwa pengalaman yang konkret perlu untuk setiap tingkat di atasnya. Setiap ide atau teori betapa pun abstraknya berasal dari alam konkret. Sebaliknya terlampau banyak pengalaman langsung mungkin dapat menghambat ketercapaian pengertiaan yang lebih abstrak. Karena itu, kedua-duanya (yang konkret dan yang abstrak) harus berjalan. Tidak selalu yang abstrak itu lebih sulit dari yang konkret. Malah yang konkret bisa mengacaukan yang abstrak. Peta/bagan sering lebih mudah daripada mengamati realitas sendiri. Makin tinggi kearah puncak kerucut semakin abstrak, tetapi tidak selalu tambah /lebih sulit.

2. Klasifikasi Sumber Belajar
AECT (Association of Education Communication Technology) melalui karyanya The Definition of Educational Technology (1977) mengklasifikasikan sumber belajar menjadi 6 macam;
1. Message (pesan), yaitu informasi/ajaran yang diteruskan oleh komponen lain dalam bentuk gagasan, fakta, arti, dan data. Termasuk dalam komponen pesan adalah semua bidang studi/mata kuliah atau bahan pengajaran yang diajarkan kepada peserta didik.
2. People (orang), yakni manusia yang bertindak sebagai penyimpan, pengolah, dan penyaji pesan, misalnya guru, dosen, peserta didik dsb.
3. Material (bahan), yaitu perangkat lunak yang mengandung pesan untuk disajikan melalui penggunan alat atau perangkat keras ataupun oleh dirinya sendiri. Misalnya, film, audio, majalah dsb.
4. Device (alat), yakni sesuatu (perangat keras) yang digunakan untuk menyampaikan pesan yang tersimpan dalam bahan. Misalnya, OHP, slide, radio dsb.
5. Technique (teknik), yaitu prosedur atau acuan yang dipersiapkan untuk penggunaan bahan, peralatan, orang, lingkungan untuk menyampaikan pesan. Misalnya, simulasi, demonstrasi, tanya jawab dsb.
6. Setting (lingkungan), yaitu situasi atau suasana sekitar dimana pesan disampaikan baik lingkungan fisik maupun nonfisik, misalnya kels, perpustakaan, tenang, ramai dsb.
Disamping itu, kita juga dapat mengklasifikasikan sumber belajar dari versi yang lain, yaitu:
1. menurut sifat dasarnya, sumber belajar ada 2 macam yaitu sumber insani (human) dan non-insani (non-human).
2. menurut segi pengembangnnya, sumber belajar ada 2 macam:
- Learning resources by design (sumber belajar yang dirancang untuk keperluan pengajaran).
- Learning resources by utilitarian (sumber belajar yang tidak dirancang untuk keperluan pengajaran.

3. Komponen dan Faktor Sumber Belajar
Sumber belajar dapat dipandang sebagai suatu sistem karena merupakan satu kesatuan yang didalamnya terdapat komponen-komponen dan faktor-faktor yang berhubungan dan saling berpengaruh satu sama lainnya. Yang dimaksud komponen adalah bagian-bagian yang selalu ada didalam sumber belajar itu dan bagian-bagian itu merupakan satu kesatuan yang sulit berdiri sendiri sekalipun dapat dipergunakan secara terpisah.
1. komponen-komponen sumber belajar:
a. tujuan, misi, atau fungsi sumber belajar
b. bentuk, format atau keadaan fisik sumber belajar
c. pesan yang dibawa oleh sumber belajar
d. tingkat kesulitan atau kompleksitas pemakaian sumber belajar
2. faktor-faktor yang berpengaruh kepada sumber belajar
a. perkembangan teknologi
b. nilai-nilai budaya setempat
c. keadaan ekonomi pada umumnya
d. keadaan pemakai

4. Penggunaan Sumber Belajar
Dalam rangka memanfaatkan sumber belajar secara luas, guru hendaknya memahami beberapa kualifikasi yang dapat menunjuk pada sesuatu untuk dipergunakan sebagai sumber belajar. Secara umum, sebelum menentukan sumber belajar, guru perlu mempertimbangkan hal-hal berikut ini:
1. ekonomis atau biaya, apakah ada biaya untuk penggunaan suatu sumber belajar (yang memerlukan biaya).
2. teknisi (tenaga), apakah guru atau pihak lain yang mengoperasikan alat yang digunakan sebagai sumber belajar.
3. bersifat praktis dan sederhana, yaitu mudah dijangkau dan mudah dilaksanakan.
4. bersifat fleksibel, maksudnya sumber belajar jangan bersifat kaku atau paten tapi harus mudah dikembangkan.
5. relevan dengan tujuan pengajaran
6. dapat membantu efisiensi dan kemudahan pencapaian tujuan pengajaran.
7. memiliki nilai positif bagi proses pengajaran khususnya bagi peserta didik.
8. sesuai dengan interaksi dan strategi pengajaran yang telah dirancang.

C. Definisi Teknologi Pembelajaran/Teknologi Pendidikan

Teknologi pembelajaran (Instructional Techonology) adalah teori dan praktek tentang perancangan, pengembangan, penggunaan, pengelolaan dan pengevaluasian dari suatu proses dan sumber-sumber untuk belajar.

Berikut, adalah definisi teknologi pendidikan/pembelajaran berdasarkan beberapa definisi dari tahun ke tahun sampai yang terkini.

Comission on Instructional Technology, 1970:

A systematic way of designing, implementing, and evaluating the total process of of learning and teaching in terms of specific objectives, based on research in human learning and communication and employing a combination of human and non human resources to bring about more effective instruction.

Suatu cara yang sistematis dalam mendesain, melaksanakan, dan mengevaluasi proses keseluruhan dari belajar dan pembelajaran dalam bentuk tujuan pembelajaran yang spesifik, berdasarkan penelitian dalam teori belajar dan komunikasi pada manusia dan menggunakan kombinasi sumber-sumber belajar dari manusia maupun non-manusia untuk membuat pembelajaran lebih efektif.

Jadi, menurut konsep ini tujuan utama teknologi pembelajaran adalah membuat agar suatu pembelajaran lebih efektif. Bagaimana hal itu dilakukan? Dengan cara mendesain, melaksanakan dan mengevaluasi secara sistematis berdasarkan teori komunikasi dan belajar tentunya, serta memanfaatkan segala sumber baik yang bersifat manusia maupun non-manusia. dengan demikian, sejak tahun 1970an, sudah ada pandangan bahwa manusia (dalam hal ini guru) bukanlah satu-satunya sumber belajar.

AECT (1972):

Educational tehcnology is a field involved in the facilitation of human learning through the systematic identification, development, organization and utilization of full range of learning resources and through the management of these process.

Teknologi pendidikan adalah satu bidang/disiplin dalam memfasilitasi belajar manusia melalui identifikasi, pengembangan, pengeorgnasiasian dan pemanfaatan secara sistematis seluruh sumber belajar dan melalui pengelolaan proses kesemuanya itu.

Serupa tapi tak sama, bukan? Berdasarkan pengertian ini, jelas dikatakan bahwa teknologi pendidikan adalah suatu disiplin ilmu yang memfokuskan diri dalam upaya memfasilitasi belajar pada manusia. Jadi obyek formal teknologi pendidikan menurut pengertian ini adalah bagaimana memfasilitasi belajar. Dengan cara apa? Melalui identifikasi, pengembangan, pengeorgnasiasian dan pemanfaatan secara sistematis seluruh sumber belajar. Disamping itu, melalui pengelolaan yang baik dan tepat terhadap proses daripada pengembangan, pengeorgnasiasian dan pemanfaatan secara sistematis seluruh sumber belajar tersebut.

AECT (1977):

Teknologi Pendidikan adalah proses kompleks yang terintegrasi meliputi orang, prosedur, gagasan, sarana dan organisasi untuk menganalisis masalah dan merancang, melaksanakan, menilai dan mengelola pemecahan masalah dalam segala aspek belajar manusia.

AECT (1994):

Teknologi Instruksional adalah teori dan praktek dalam mendesain, mengembangkan, memanfaatkan, mengelola, dan menilai proses-proses maupun sumber-sumber belajar.

Definisi ini lebih operasional dari pada rumusan tahun 1977 yang menurut saya terlalu rumit. Definisi ini menegaskan adanya lima domain (kawasan) teknologi pembelajaran, yaitu kawasan desain, kawasan pengembangan, kawasan pemanfaatan, kawasan pengelolaan, dan kawasan penilaian baik untuk proses maupun sumber belajar. Seorang teknolog pembelajaran bisa saja memfokuskan bidang garapannya dalam salah satu kawasan tersebut..

AECT (2004):

Educational technology is the study and ethical practice of facilitating learning and improving performance by creating, using, and managing appropriate technological processes and resources.

Ini adalah definisi terbaru yang menyatakan bahwa teknologi pendidikan adalah studi dan praktek etis dalam upaya memfasilitasi pembelajaran dan meningkatkan kinerja dengan cara menciptakan, menggunakan/memanfaatkan, dan mengelola proses dan sumber-sumber teknologi yang tepat. Jelas, tujuan utamanya masih tetap untuk memfasilitasi pembelajaran (agar efektif, efisien dan menarik/joyfull) dan meningkatkan kinerja.

Berdasarkan definisi-definisi diatas dapat disimpulkan bahwa:
• teknologi pembelajaran / teknologi pendidikan adalah suatu disiplin/bidang (field of study)
• istilah teknologi pembelajaran dipakai bergantian dengan istilah teknologi pendidikan
• tujuan utama teknologi pembelajaran adalah (1) untuk memecahkan masalah belajar atau memfasilitasi pembelajaran; dan (2) untuk meningkatkan kinerja;
• dalam mewujudkan tersebut menggunakan pendekatan sistemi (pendekatan yag holistik/komprehensif, bukan pendekatan yang bersifat parsial);
• kawasan teknologi pembelajaran dapat meliputi kegiatan yang berkaitan dengan analisis, desain, pengembangan, pemanfaatan, pengelolaan, implementasi dan evaluasi baik proses-proses maupun sumber-sumber belajar.
• teknologi pembelajaran tidak hanya bergerak di persekolahan tapi juga dalam semua aktifitas manusia (seperti perusahaan, keluarga, organisasi masyarakat, dll) sejauh berkaitan dengan upaya memcahkan masalah belajar dan peningkatan kinerja.
• yang dimaksud dengan teknologi disini adalah teknologi dalam arti yang luas, bukan hanya teknologi fisik (hardtech), tapi juga teknologi lunak (softtech)

D.Keterkaitan Antara Belajar,Sumber Belajar dan Teknologi Pembelajaran /Teknologi Pendidikan.


Belajar itu dapat terjadi di mana-mana, baik di sekolah, di rumah, perpustakaan sekolah atau perpustakaan umum, di warung internet, di sebuah taman atau pendeknya di mana saja? Belajar sudah jelas, tidak lagi hanya terbatas di lingkungan sekolah. Oleh karena belajar tidak hanya terjadi di sekolah tetapi dapat terjadi di mana saja, maka dapat pula dikemukakan bahwa sumber belajar itu tidak lagi terbatas pada guru tetapi jauh lebih luas daripada guru.

Dengan kemajuan teknologi pembelajaran/teknologi pendidikan yang begitu pesat saat ini dan juga didukung oleh kemajuan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) maka Proses Belajar Mengajar (PBM) disekolah tidak hanya bersumber pada guru saja tetapi sudah aneka sumber. Sumber belajar dapat dirancang secara khusus untuk digunakan bagi kepentingan pembelajaran (learning resources by design) tetapi sumber belajar dapat juga sebagai sesuatu yang tinggal dimanfaatkan karena sudah tersedia di lingkungan (learning resources by utilization). Kemudian, istilah belajar dapat diartikan sebagai suatu proses interaksi antara seseorang dengan sumber belajar yang menghasilkan terjadinya perubahan tingkah laku.
Jadi belajar sangat terkait dengan sumber belajar apalagi dengan teknologi pembelajaran/Teknologi pendidikan yang salah satu definisinya(AECT,1994) menyatakan bahwa Teknologi Instruksional adalah teori dan praktek dalam mendesain, mengembangkan, memanfaatkan, mengelola, dan menilai proses-proses maupun sumber-sumber belajar .Definisi ini menegaskan adanya lima domain (kawasan) teknologi pembelajaran, yaitu kawasan desain, kawasan pengembangan, kawasan pemanfaatan, kawasan pengelolaan, dan kawasan penilaian baik untuk proses maupun sumber belajar.Teknologi pendidikan adalah satu bidang/disiplin dalam memfasilitasi belajar manusia melalui identifikasi, pengembangan, pengeorgnasiasian dan pemanfaatan secara sistematis seluruh sumber belajar dan melalui pengelolaan proses kesemuanya itu.


Selanjutnya, pola pemanfaatan sumber belajar yang dikembangkan pada tahap awal sekali adalah interaksi langsung antara peserta didik dengan sumber belajar yang berupa guru atau seseorang yang memang mempunyai pengetahuan lebih untuk disampaikan kepada peserta didik. Dalam hal ini, guru merupakan satu-satunya sumber belajar bagi peserta didiknya. Bahkan pada zaman dahulu dikenal adanya kaum Sufi yang profesi atau pekerjaannya adalah sebagai ”penjaja ilmu pengetahuan”. Contoh lain dari pola pembelajaran secara langsung antara guru (pendekar silat) sebagai sumber belajar dengan peserta didik (mereka yang ingin belajar silat) yang pada umumnya banyak dijumpai di negeri Cina (Shaolin).

Pola pemanfaatan sumber belajar yang kedua adalah masih juga tetap menggunakan guru tetapi fungsinya hanya sebagai sumber belajar utama (bukan lagi satu-satunya sumber belajar) karena dibantu oleh sumber belajar lainnya. Dalam kaitan ini, sumber belajar lainnya yang digunakan guru untuk menyajikan materi pelajaran dapat saja berupa media, baik yang berupa alat/fasilitas, media cetak (misalnya buku, modul atau handouts), media kaset audio, media audiovisual.

Pada pola pemanfaatan sumber belajar tahap kedua ini, sumber belajar guru merupakan pihak yang sangat menentukan (sangat dominan) apakah dirinya akan memanfaatkan media atau tidak dalam membelajarkan peserta didiknya. Artinya, pemanfaatan media sebagai sumber belajar lain di luar guru sangat tergantung pada sikap dan komitmen guru. Media diperlakukan guru sebagai alat bantu mengajar (teaching aids). Yang namanya alat bantu mengajar, tentu bisa digunakan dan bisa juga tidak digunakan. Manakala guru sebagai sumber belajar utama sudah ”media minded”, maka pemanfaatan media akan dilakukan secara terencana,

Pola pemanfaatan sumber belajar yang ketiga adalah bahwa guru dan media sebagai sumber belajar lainnya berbagi fungsi atau peran secara seimbang. Artinya, guru mempunyai fungsi/peran tertentu yang kurang lebih sama bobotnya dan fungsi/peran media sebagai sumber belajar lainnya. Ada pembagian tugas yang jelas antara guru dan media dalam penyelenggaraan kegiatan pembelajaran. Peserta didik belajar mengenai aspek-aspek tertentu dari materi pelajar melalui sumber belajar guru dan aspek-aspek tertentu lainnya dari sumber belajar yang berupa media.

Pola pemanfaatan sumber belajar yang keempat adalah bahwa peran guru sudah lebih banyak dilimpahkan kepada media sebagai sumber belajar lain. Media sebagai sumber belajar lain mendapatkan peran yang lebih besar (lebih dominan) dibandingkan dengan peran yang dimainkan guru. Sekalipun demikian peran guru sebagai sumber belajar masih tetap dibutuhkan peserta didik tetapi hanya sebagai fasilitator, motivator dan pemberian tutorial dalam kegiatan pembelajaran. Namun demikian tidaklah berarti bahwa peran guru yang lebih kecil itu membuat guru menjadi ”kurang berarti” dalam kegiatan pembelajaran. Bahkan peran guru menjadi lebih fokus pada pemberian bimbingan belajar secara individual kepada peserta didik terutama yang mengalami kesulitan.

Pola pemanfaatan sumber belajar yang kelima adalah bahwa peserta didik yang sepenuhnya langsung berinteraksi dengan sumber belajar yang berupa media. Dalam kaitan ini, ada istilah yang mengatakan bahwa seseorang berhasil mempelajari suatu pengetahuan atau keterampilan tanpa mengikuti kursus atau les. Orang yang demikian ini disebut belajar secara otodidak. Terlebih lagi di era kemajuan teknologi informasi dan komunikasi dewasa ini, siapa saja mandiri.

Seseorang yang ingin belajar membuat ikan pepes misalnya, tidak perlu harus mencari koki yang akan membelajarkannya untuk membuat ikan pepes. Dengan membeli dan mempelajari buku masak tentang memasak berbagai jenis ikan dan kemudian mempraktekkannya, maka orang yang bersangkutan akan dapat membuat ikan pepes. Artinya, seseorang cukup berinteraksi dengan sumber belajar yang berupa buku. Atau, melalui akses internet dengan memasukkan kata kunci tertentu sesuai dengan yang dibutuhkan ke dalam mesin pencari, maka seseorang akan mendapatkan banyak sumber belajar yang dapat dipelajari.

Dari berbagai jenis pola pemanfaatan sumber yang telah dikemukakan, yang jauh lebih penting adalah pemahaman tentang keterbatasan dan kelebihan baik sumber belajar yang berupa guru, maupun sumber belajar lain di luar guru. Melalui pemahaman yang demikian ini disertai dengan komitmen memberikan yang terbaik kepada peserta didik, maka seorang guru akan membuat Rancangan Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang terintegrasi di mana fungsi atau peran dirinya tidak lagi terlalu dominan dalam kegiatan pembelajaran tetapi sebagian telah dilimpahkan pada sumber belajar lain di luar dirinya. Jika kegiatan pembelajaran yang diterapkan guru berbasis aneka sumber, maka diharapkan kegiatan pembelajaran pun akan dirasakan peserta didik sebagai kegiatan yang menyenangkan. Kegiatan belajar akan menjadi kegiatan yang senantiasa dirindukan peserta didik karena menyenangkan (learning is fun).

BAB III

PENUTUP

A.Kesimpulan.

1.Belajar adalah proses dimana tingkah laku di timbulkan atau diubah melalui latihan atau pengalaman sehingga dapat memecahkan suatu permasalahan

2. Sumber belajar menurut Yusufhadi Miarso adalah segala sesuatu yang meliputi pesan, orang, bahan, alat, teknik, dan lingkungan, baik secara tersendiri maupun terkombinasikan dapat memungkinkan terjadinya belajar

3.Klasifikasi sumber belajar ada 6 yaitu : message (pesan),setting (lingkungan),material (bahan), device (alat), technique (teknik),dan people (orang)

4. Istilah teknologi pembelajaran dipakai bergantian dengan istilah teknologi pendidikan

5.Terdapat keterkaitan yang erat antara belajar,sumber belajar dan teknologi pembelajaran/teknologi pendidikan.

B.Saran

1.Dalam proses belajar mengajar hendaknya guru memilih media belajar atau sumber belajar yang tepat sesuai dengan situasi dan kondisi siswanya

2.Guru hendaknya memamfaatkan kemajuan teknologi pembelajara/teknologi pendidikan untuk lebih meningkatkan mutu hasil belajar dari siswanya.

Daftar Pustaka

Barbara B.Sells,Rita C.Richey, Teknologi Pembelajaran ,AECT,1994

Ratna W.Dahar, Teori-Teori Belajar, Erlangga 1989

S.Nasution, Teknologi Pendidikan , Bumi Aksara,2008