KEPRIBADIAN YANG KREATIF
Oleh : Kepler Pasaribu SE,M.Pd
Karena
setip orang itu adalah unik, maka salah satu keprihatinan psikologi adalah
individu sebagai keseluruhan (total individual) dan perbedaan-perbedaan
individual (Lawrence A. Pervin, 1984: 2). Menurut Larry A. H. dan Daniel J.
Ziegler (1981: 1 – 2). Sejak tahun 1879 sains psikologi langsung perduli
terhadap masalah pemahaman kepribadian manusia, dengan tujuan sebagai berikut :
Pertama, tujuan fundamental dari
studi tentang kepribadian adalah memberikan sumbangan secara signifikan
terhadap pemahaman manusia dari kerangka sains psikologi. Kedua, untuk membantu bagaimana orang hidup lebih utuh dan
memuaskan.
Para teoretis kepribadian berusaha
memahami hubungan yang kompleks di antara aspek-aspek perbedaan fungsi
individu, yang mencakup aspek-aspek seperti belajar, persepsi, dan motivasi.
Penelitian kepribadian sendiri bukan merupakan studi tentang persepsi, tetapi
lebih merupakan studi tentang bagaimana individu-individu itu berbeda antara
satu dengan yang lainnya dalam persepsi mereka, dan bagaimana perbedaanperbedaan
ini terealisasi dengan fungsi keseluruhan mereka. Studi mengenai kepribadian
bukan saja berfokus pada proses psikologi tertentu saja melainkan juga pada
hubungan –hubungan dari proses perbedaan.
Terdapat beberapa aspek fungsi
manusia yang tidak merefleksikan dan mengekspresikan kepribadian seseorang.
Lantas, kalau begitu, bagaimana kita
mendefenisikan kepribadian? “Personality”, sebuah kata di dalam
bahasa inggris, berasal dari bahasa latin “persona” memiliki banyak makni.
Dalam psikologi, makna-makna kepribadian (personality)
tersebut tidak disepakati (Larry A. H.
dan Daniel J. Ziegler, 1981: 6). Defenisi seseorang tentang kepribadian
bergantung pada teori seseorang tentangnya (Hjelle dan Ziegler, 1981: 7).
Carl Rogers memandang kepribadian
sebagai diri, identitas yang terorganisasi, permanen, dan yang secara subjektif
dipersepsi, yang berada jauh di dalam lubuk seluruh pengalaman hidup kita.
Gordon Allport mendefenisikan kepribadian sebagai individu sebagaimana adanya ( anindividual really is) “sesuatu” yang
internal yang memanda dan mengarahkan seluruh aktivitas manusia. Bagi Erik
Erikson, hidup itu berproses dalam serangkaian krisis-krisis psikologi, dan
kepribadian merupakan sebuah fungsi dari hasil-hasilnya. George Kelly memandang
kepribadian sebagai cara unik individu dalam “membuat makna” (making sense) dari pengalaman-pengalaman
hidup. Lain lagi Sigmund Freud. Dia menjelaskan bahwa struktur kepribadian
terdiri dari elemen, idego dan superego.
Mengenai kepribadian juga, Lawrence
A. Pervin (1984: 3) mengatakan sekarang, bagaimanapun, secara umum tidak ada
sebuah defenisi kepribadian yang disepakati bersama”. Sebagian psikologi
kepribadian menstudi aspek-aspek biokemik dan psikologis itu menggunakan
metode-metode lebih kepada wilayah-wilayah investigasi ini. Para psikolog
kepribadian yang lain melihat individu dan meneliti perilaku lahir (overt behavior) mereka. Sedangkan yang
lain lagi mendefinisikan kepribadian sebagai karakteristik, seperti proses tak
sadar (unconsiciuos processes). Yang
harus dipacu dari perilaku dan tidak dapat diteliti secara langsung. Terakhir
ada para psikolog kepribadian yang mendefinisikan kepribadian sebagai cara-cara
individu berinteraksi dengan individu-individu yang lain atau sebagaimana peran
yang dilakukan oleh mereka sendiri serta memfungsikannya di dalam masyarakat.
Pervin mengajukan definisi
kepribadian sebagai berikut “Personality
represent those characteristics of the person or of people generally that count
for constant pattern of behavior” (kepribadian mempresentasikan
karakteristik seseorang atau orang-orang secara umum yang menerangkan pola-pola
perilaku yang konsisten).
Dengan demikian, dalam konteks ini,
menurut Pervin dapat ditunjukkan beberapa hal: Pertama, konsep-konsep kepribadian harus didefinisikan dengan
definisi yang mengizinkan para psikolog untuk menyetujui cara-cara melihat dan
mengukur perilaku. Kedua, kepribadian
dikarakteristik oleh regularitas-regularitas fungsi pribadi sebagaimana pula
regularitas-regularitas yang sama dari orang ke orang. Ketiga,kepribadian mencakup baik fungsi seseorang yang lebi stabil
ataupun aspek-aspek fungsi seseorang yang tidak berubah. Keempat, kepribadian mencakup kognisi (thought processes),
afeksi-afeksi (emotions), dan juga
perilaku lahir (overt behavior). Terakhir, dapat dicatat bahwa
proses-proses ini terjadi dalam hubungan rangsangan dan situasi-situasi,
sebagaimana diciptakan oleh lingkungan yang mengitari dan yang diciptakan oleh
orang.
Sehubungan dengan kepribadian ini,
Booble Sommer dan Mark Falstein (psikosibernetika,
1995:24) mengatakan bahwa membuka kepribadian merupakan upaya untuk mengacu
keberhasilan. Menurut Sommer dan Falstein, Maltz menegaskan bahwa apa yang
disebut “kepribadian” pada dasarnya merupakan suatu manifestasi atau perwujudan
luar dari citra diri. Dengan demikian, kepribadian yang sesungguhnya dari
setiap orang adalah “kepribadian yang baik”, dan ini berarti bahwa orang
bersangkutan telah “terbebas... Sehinnga protein kreatif sebenarnya sudah ada
dalam dirinya.” Sebaliknya, Maltz menyamakan “kepribadian yang buruk” dengan
kepribadian yang tertutup. Maltz lebih lanjut berpendapat bahwa sifat malu yang
berlebihan, sikap permusuhan, dengan gejala-gejala ketertutupan lainnya
merupakan akibat dari terlalu banyaknya umpan balik negatif yang terserap oleh
rangsangan yang bersangkutan.
Dalam psikologi meurut Supriadi
(1994:54-56), salah satu aspek kreativitas juga adalah kepribadian (personality) dalam hal ini hanya akan
dibahas persoalan kepribadian orang-orang kreatif. Menurut Supriadi, ciri-ciri
kreativitas ini dapat dibedakan ke dalam ciri kognitif dan nonkognitif. Ke
dalam ciri kognitif termasuk empat ciri berpikir kreatif yaitu orisinalitas,
fleksibilitas, kelancaran, dan elaboritas. Ke dalam ciri nonkognitif dama pentingnya
dengan ciri-ciri kognitif, karena tanpa di tunjang oleh kepribadian yang
sesuai, kreativitas seseorang tidak dapat berkembang secara wajar. Supriadi
juga menunjukkan pendapat Munandar (1977) yang mengemukakan tujuh ciri sikap,
kepercayaan dan nilai-nilai yang melekat pada orang-orang yang kreatif, yaitu:
terbuka terhadap pengalaman baru dan luar biasa, luwes dalam berpikir dan
bertindak bebas dalam mengekspresikan diri, dapat mengapresiasikan fantasi,
berminat pada kegiatan-kegiatan kreatif, percaya pada gagasan sendiri, dan
mandiri. Sedangkan Bobby De Porter (Quantum Learning 1992: 292) ketika
menyebutkan ciri-ciri orang kreatif-menulis”orang yang kreatif itu memiliki rasa
ingin tahu (curious), eksperimental,
berpetualang, memiliki rasa bermain (playfull),
dan intuitif dan Anda memiliki potensim untuk menjadi orang kreatif lagi.”
Supriadi sendiri setelah melakukan
survei kepustakaan, menegaskan bahwa ia dapat mengidemtifikasi 24 ciri
kepribadian kreatif yang ditemukan dalam berbagai studi: yaitu 1) terbuka
terhadap pengalaman baru; 2) fleksibel perasaan; 3) bebas dalam menyatakan
pendapat dan perasaan; 4) menghargai fantasi; 5) tertarik pada
kegiatan-kegiatan kreatif; 6) mempunyai pendapat sendiri dan tidak terpengaruh
oleh orang lain; 7) mempunyai ras ingin tahu yang besar; 8) toleran terhadap
perbedaan pendapat dan situasi yang tidak pasti; 9) mengambil risiko yang
diperhitungkan; 10) percaya diri dan mandiri; 11) memiliki tanggung jawab dan
komitmen kepada petugas; 12) tekun dan tidak mudah bosan; 13) tidak kehabisan
akal dalam memecah masalah; 14) kaya inisiatif; 15) peka terhadap situasi
lingkungan; 16) lebih berorientasi ke
masa kini dan masa depan daripada masa lalu; 17) memiliki citra diri dan
emosional yang stabil; 18) tertarik kepada hal-hal abstrak, kompleks, holistik
dan mengandung teka-teki; 19) memiliki gagasan orisinal; 20) mempunyai minat
yang luas; 21) menggunakan waktu yang luang untuk kegiatan yang bermanfaat dan
konstruktif bagi pembangunan diri; 22) kritis terhadap pendapat orang lain; 23)
sering mengajukan pertanyaan yang baik; dan 24) memiliki kesadaran etika moral
dan estetika yang tinggi. Begitulah kepribadian orang-orang yang kreatif.
DAFTAR
PUSTAKA
Riyanto, Yatim. 2010. “Paradigma Baru Pembelajaran”. Kencana
Prenada Media Goup.
Jakarta.
Roestiyah
Nk. 1998. Strategi Belajar Mengajar.
Bina Aksara. Jakarta
Rusyan, A. Tabrani. 1992. Pendekatan dalam Keterampilan Proses Belajar
Mengajar. Bandung. Remaja
Rosdakarya.
Syah, Muhibin. 2002. Psikologi Belajar. Jakarta.Logos. Wacana
Ilmu
Suparno, Paul. 1997. Filsafat Konstuktivisme dalam Pendidikan.
Yogyakarta. Anisius
Komentar