Selasa, 29 Januari 2013

CARA-CARA MELAKSANAKAN KONSERVASI ENERGI TERHADAP PENERANGAN




      Oleh : Syahrul Dalimunthe,BE, S.Pd / Widyaiswara Muda P4TK – BBL Medan
           


SASARAN PENGAMATAN

Untuk menerangi suatu tempat, diperlukan adanya cahaya. Untuk menghasilkan atau memperoleh cahaya dari suatu sumber cahaya diperoleh energi.
Dalam sumber cahaya buatan, untuk memperoleh cahaya buatan tersebut perlu disediakan energi. Untuk sumber cahaya alami, penyediaan energy itu tidak diperlukan, karena alam yaitu matahari yang menyediakannya. Oleh karena itu cahaya yang berasal dari sumber cahaya alami perlu dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya meskipun waktunya sangat terbatas, yaitu hanya pada siang hari saja. Namun saying masih banyak terjadi cahaya alami siang hari tersebut belum dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Hal ini dijumpai dengan masih seringnya penggunaan sumber cahaya buatan yaitu listrik pada siang hari.

Cahaya yang berasal dari lampu listrik adalah cahaya buatan, dan seperti yang telah disinggung diatas, untuk memperolehnya diperlukan penyediaan energi.

Dengan demikian jelaslah bahwa, apabila cahaya alami tersebut dapat dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya ( meskipun terbatas pada siang hari saja), alngkah itu telah dapat ikut dalam usaha penghematan energi.

1.      PENERANGAN ALAMI
a.       Bersihkan secara periodic kaca jendela. Kaca jendela yang bersih akan meneruskan cahaya lebih banyak.
b.      Gunakanlah warna-warna muda/cerah untuk dinding dan langit-langit. Demikian pula untuk overstek dan bagian-bagian dari bangunan yang dapat memantulkan cahaya ke dalam ruangan.
c.       Dalam mengatur letak perabot-perabot, agar diusahakan tidak menghalangi masuknya cahaya langit ke dalam ruangan.
d.      Jika digunakan alat peneduh untuk menghalangi cahaya langsung, usahankanlah agar cahaya langit masih dapat masuk ke dalam ruangan.
 

2.      PENERANGAN BUATAN
a.       Matikan lampu-lampu listrik apabila sudah tidak diperlukan lagi.
b.      Kurangi penerangan listrik yang berlebih-lebihan sampai pada batas-batas yang wajar. Untuk tugas-tugas biasa seperti membaca ataupun menulis, diperlukan penerangan dengan tingkat cukup 200 lux saja. Angka ini bias diukur dengan suatu alat yang dinamakan lux-meter. Dengan mengetahui tingkat (level) penerangan dalam sesuatu ruangan, maka jumlah lampu listrik yang bias dipadamkan (tanpa harus menganggu kegiatan sehari-hari) menjadi lebih mudah diatur.
c.       Penerangan lampu jangan terlalu tinggi dan disesuaikan letaknya dengan objek atau tempat yang harus diterangi.
d.      Untuk keperluan-keperluan tertentu (misalnya mengetik atau menulis), penerangan listrik hendaknya difokuskan dan diusahakan agar sinarnya tidak terlampau menyebar ke mana-mana.
e.       Menyalakan lampu halaman/taman apabila hari benar-benar telah mulai gelap. Jika malam sudah menjelang larut, hendaknya lampu-lampu tersebut dikurangi. Matikan segera jika hari telah mulai terang kembali.
f.       Apabila di halaman /taman sudah banyak lampu yang dinyalakan, tidak perlu lampu teras/lampu sudut buru-buru dinyalakan juga. Menjelang larut malam manakala penyalaan lampu taman/halaman telah dikurangi, barulah lampu teras/lampu sudut mulai dinyalakan. Matikan segera jika hari sudah mulai terang kembali.
g.      Untuk mempermudah pengaturan pemakaian lampu-lampu taman, halaman, sudut, teras, atau koridor, dapat juga dipergunakan alat bantu yang dinamakan saklar waktu (time switch) yang dapat menyalakan atau memadamkan lampu-lampu pada waktu yang dikehendaki.
h.      Sebaiknya instalasi listrik dipasang dengan lebih banyak saklar sehingga mudah untuk melakukan pengaturan pemakaian lampu-lampu sesuai dengan kebutuhan.
i.        Menurut penyelidikan, lampu fluorescent atau TL (atau lebih dikenal dengan sebutan yang kurang tepat ; lampu neon) dengan rangkaian yang benar mempunyai efisiensi tinggi dan awet. Namun perlu diingat bahwa pemakain lampu jenis ini menjadi sangat boros jika tidak diperlengkapi dengan suatu alat yang dinamakan kondensator (atau sering juga disebut kapasitor). Hal ini disebabkan oleh adanya beban induktif dengan faktor kerja yang sangat rendah. Sebagai contoh : 3 buah TL @ 40 Watt yang tanpa kondensator, membutuhkan daya tersambung dari PLN (dalam hal ini 250 VA) tegangan sama besar dengan 5 buah TL @ 40 Watt yang dilengkapi dengan kondensator.
j.        Peliharalah bola lampu atau tabung lampu beserta kapnya atau reflektornya agar suapaya bersih. Lampu dan kap lampu yang kotor dapat mengurangi cahaya sehingga mungkin menyebabkan timbulnya keinginan untuk menambah lampu lagi, ataupun mungkin juga hendaknya menggantikannya dengan lampu lain yang lebih besar Wattnya. Barang tentu hal-hal ini berarti suatu pemborosan yang sebenarnya tidak perlu terjadi apabila lampu-lampu beserta kapnya selalu dalam keadaan bersih.
Sebagai tambahan dapat disarankan : pada sisi-sisi titik penghematan (di dekat sakelar, stop kontak dan sebagainya) ditempelkan sejenis peringatan seperti sticker – sticker.

Refrensi :
Pedoman Pelaksanaan Konservasi Energi dan Pengawasan Di Lingkungan, Departemen Pendidikan Nasional,Departemen Pendidikan Nasional RI. Jakarta 2005.

Minggu, 27 Januari 2013

PENGANTAR SISTEM FINISHING PADA PERABOT KAYU

 

Oleh :   Syahrul Dalimunthe, BE, S.Pd.Widyaiswara Muda P4TK BBL Medan

PENDAHULUAN

Proses finishing merupakan mata rantai terakhir dari seluruh tahap produksi di dalam industry perabot kayu maupun rotan dan bagian bangunan yang berbahan kayu.
Proses pengerjaan atau aplikasi di dalam finishing pada umumnya dilakukan dengan cara :

·         Pengaosan dengan kain perca atau kaos afval
·         Penguasan dengan kuas bulu sintetis dan bulu binatang
·         Pengerolan dengan rol bulu maupun rol berpelat cetak
·         Penuangan permukaan, pencelupan dalam bak finishing dengan reaksi kimiawi

Tiap cara aplikasi mempunyai kelebihan dan kekurangan. Untuk menentukan pilihan cara aplikasi tertentu sangat berkaitan dengan standar hasil akhir yang ingin dicapai. Di samping itu juga berdasarkan pertimbangan lain yang berkaitan erat dengan kebijakan perusahaan, karena situasi dan kondisi perusahaan yang bersangkutan.

Pada beberapa proses terakhir produksi perabot, ada yang melakukan pelapisan dengan lembaran melamin, formika, lembaran tipis dari bahan sejenis aluminium atau dengan bahan-bahan lembaran jadi hasil produksi pabrik bahan pelapisan. Umumnya pelapisannya dilakukan degan media lem sebagai perekat.

Pelapisan dengan media lem tersebut tidak termasuk dalam pembahasan bidang studi finishing.


MANFAAT FINISHING

Tujuan melapis resin maupun zat ke permukaan benda kerja, dengan aplikasi yang dilakukan oleh seseorang maupun oleh pabrik industry, dimaksudkan untuk:

·         Meningkatkan nilai keindahan kayu dan lembaran
·         Meningkatkan nilai keawetan kayu dan plywood
·         Meningkatkan nilai keteguhan bahan kayu
·         Meningkatkan nilai guna bahan kayu
·         Meningkatkan nilai komersial kayu dn papan lapis

Agar hasil finishing dapat dicapai secara maksimal, maka perlu diperhatikan hal-hal yang sangat merugikan selama proses aplikasi tersebut. Untuk itu kita perlu mengantisipasi :
·         Penghalang daya lekat bahan finishing
·         Penganggu penampilan keindahan
·         Penentuan detail perabot atau benda kerja yang perlu dan yang tidak perlu finishing
KLASIFIKASI PENAMPILAN FINISHING

Penampilan finishing adalah hasil pekerjaan finishing yang dapat dinikmati keindahan nilai dekoratifnya, kehalusan pada kesan raba dan corak pewarnaannya serta kesan mode yang ditimbulkannya.

Klasifikasi finishing dapat digolongkan dalam dua kelompok :
·         Penampilan permukaan film
·         Penampilan warna finishing


PROSES UMUM PENGECATAN

Suatu sistem finishing mempunyai tahapan-tahapan proses yang sangat berpengaruh terhadap kualitas hasil akhir.
Tahapan-tahapan proses finishing tersebut telah dibakukan.
Dengan mengenal tiap standar, kita tahu mengapa dan apa yang akan terjadi apabila salah satu tahapan proses finishing tersebut ditiadakan.
Setiap proses standar haruslah dilakukan secara taat azas, yakni tertib dalam perlakukan aplikasi dan setiap tahap proses harus menghasilkan keluaran yang berkualitas utama.

LANGKAH-LANGKAH STANDAR PADA PROSES UMUM PENGECATAN
·         Persiapan permukaan
·         Pengisian pori-pori kayu
·         Pewarnaan permukaan
·         Pelapisan dasar permukaan kayu
·         Pelapisan antarmedia
·         Pelapisan akhir finishing
·         Pemolesan permukaan

Agar proses-proses umum yang standar ini dapat berhasil dengan baik, perlu dipahami penggunaan alat-alat dengan baik dan perlakuan serta penggunaan secara optimal terhadap bahan-bahan finishing. Di samping itu perlu juga dimiliki parameter atau contoh sebagai tolak ukur dari tiap proses yang standar.

FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP KEAWETAN FINISHING

Finishing merupakan tindakan akhir. Yakni melapisi permukaan suatu benda kerja dengan suatu zat atau resin dengan proses aplikasi, dengan tujuan untuk mendapatkan manfaat tertentu.
Agar manfaat dapat dicapai secara optimal, perlu dipelajari segala sesuatu yang dapat menimbulkan pengaruh terhadap keawetan finishing tersebut.
Telah disebutkan di muka bahwa salah satu manfaat finishing adalah meningkatkan keawetan atau umur pakai suatu bahan kayu, metal, rotan dan bahan lain dalam bentuk barang jadi, demikian juga keawetan dari lapisan film itu sendiri.


Faktor-faktor yang dapat berpengaruh :
1.      Sistem finishing
2.      Pengetahuan substrat kayu
3.      Pengetahuan bahan kayu
4.      Cara aplikasi
5.      Kondisi operasional proses finishing
6.      Penempatan dan hasil finishing

Keenam faktor yang berpengaruh tersebut perlu dikenali dan dipahami serta digunakannya sebagai pedoman dalam aplikasi, khususnya bagi ahli finishing yang mumpuni.
Sebab mengabaikan salah satu faktor tersebut. Hasil akhir pekerjaan finishing akan mengalami ketimpangan bahkan juga kegagalan.
Misalnya, faktor penempatan atau penggunaan barang jadi. Seharusnya ditempatkan di bawah atap atau di dalam ruang (in door), tetapi ditempatkan di luar ruangan (out door), maka benda itu pasti akan mudah rusak.

Refrensi
Pusat Pengembangan dan Pelatihan Industri Kayu (PIKA), Teknik Finishing, Semarang 2001.